Saturday, January 3, 2015

Kesultanan Utmaniyah : Cerita dari Sipirok Angkola dan Pusat Ilmu Pengetahuan Dunia

#SELAMAT MALAM PARA KAWAN#
(Menyimak info sekitar Masa Bani Utsmaniah sebagai Masa Kejayaan
Ummat Islam di bidang Wilayah Kekuasaan, Budaya, Teknologi, Sastra,
Arsitektur, Seni. Hukum, dan Bahasa hingga tertarik Kesimpulan bahwa
Awal Mula Perkembangan Pengetahuan dari Ummat Islam)
_______________________________________________________________









________________

Kata Pengantar
________________

Disekitar awal tahun 70-an, setelah Pemancar TVRI berdiri atau jonjong
di gunung yang namanya Sibualbuali dengan nama "Tor-nya" yaitu Tor Sibohi
atau "Bukit Kening", maka para konglomerat, para milyader dan para jutawan
Tapanuli Selatan-pun berbondong-bondong membeli TV hingga jumlahnyapun
tidak penulis ketahui.

Mereka terkadang terlihat sedih, kesal, marah, dongkol dan tertawa ketika
melihat macam acara di TV Hitam putih tersebut.


















Beberapa tahun kemudian, giliran para kaum parbola, para kaum pengutang,
para kaum hais manyogot tuduk potang, para koum yang tak punya warisan
Nenek Moyang Tapanuli Selatan yang memilikinya.

Dan salah satu kaum itu adalah keluarga penulis.

Al hasil...!

Diawal tahun 80-an, sampai jugalah TV nalomlom nabottar tersebut ke rumah
kami yang dengan sendirinya menjadi alasan untuk tidak menonton lagi di
rumah para tetangga.

Disuatu malam pada saat menonton tersebut, penulispun menyampaikan
kekaguman saya pada orang Erofa dan Amerika setelah TVRI memberitahu
lewat siaran "Dunia Dalam Beritanya", bahwa orang Amerika sudah bisa
sampai ke Bulan.

Kata penulis pada orang tua penulis :




















Ket :
Ayahanda
________________________________________








Ket :
Ananda

"Hebat do halak Amerika-on ate Aya...! Mabisa halai tu Bulan, sedangkan
halak Arab cuma bisa tu Moka". Pistar-pistar halai ate aya...! Idia de
pistaran halak Amerika sanga halak Jahudi aya...?" tanya penulis, semen
tara ibu penulis senyum-senyum saja mendengarnya.

Beberapa saat kemudian, orangtua penulispun menjawab :

"Sabotulnya Ja Lindung...! Halak Arabdo napistar-pistarida. Di Arabdo
najolo pusat ni Ilmu Pengetahuan. Ilmu ni halak Arabdo nai takko nihalak
Amerika sangape halak Erafa najolo" Jawab orang tua penulis, untuk kemudian
bertanya pada penulis, "Ibotohode haran nia aha...?"

Dan terhadap pertanyaan dan jawaban orang tua penulis ini, penulis
menjawab dengan tidak menjawab, "Natar jawab au beda-i Aya...!" Jawab
penulis, untuk kemudian pembicaraanpun berhenti, karena listrik mati.

Para pembaca Galeri MSAD Sipirok Mashali yang penulis hormati...!

Assalmu'alaikumwarahmatullahiwabarakatuh...!

Kalau tidak salah pernyataan orang tua penulis ini disampaikan disekitar
tahun 1984, dan jika sekarang tahun 2014, maka waktu yang telah dilaluinya
sudah 30 Tahun. Yah...! Selama 30 tahun pertanyaan itu tidak saya ketahui
jawbannya dan orang tua penulispun sudah jadi almahum.

Para kawan yang seiman dan seagama...!

Malam ini pertanyaan orang ta penulis tersebut akan penulis jawab, karena
jawabannya sudah penulis ketahui yaitu disejarah Islam yang jika dibikin
buku cavernya berjudul : "Sejarah Bani Utsmaniyah".

"Bagaimana Sejarah Bani Utsmaniyah" tersebut adalah isi dari postingan ini.
Dan apa jawaban penulis pada pernyataan dan pertanyaan orang tua penulis
akan penulis jawab di penutup tulisan".

Para kaum muslimin muslimat...!

Selamat menyimak...!
_______________________________________________________________

Sekilas Pemahaman Umum Tentang Ustmaniyah dan Pemakaian Nama
_______________________________________________________________

* Hal Pemahaman Umum

Kesultanan Utsmaniyah (Turki Utsmaniyah: ???? ???? ??????? Devlet-i ?
Aliyye-yi ?Osmâniyye;[6] Turki Modern: Osmanli Imparatorlugu), kadang
ditulis Kesultanan Turki atau Turki saja, adalah imperium lintas
benua yang didirikan oleh suku-suku Turki di bawah pimpinan Osman
Bey di barat laut Anatolia pada tahun 1299. Seiring penaklukan
Konstantinopel oleh Mehmet II tahun 1453, negara Utsmaniyah berubah
menjadi kesultanan.



















Ket :
Peta bersejarah yang memperlihatkan eyalet (wilayah administratif)
Kesultanan Utsmaniyah di Eropa dan Asia tahun 1890.

Sepanjang abad ke-16 dan 17, tepatnya pada puncak kekuasaannya di bawah
pemerintahan Suleiman Agung, Kesultanan Utsmaniyah adalah salah satu negara
terkuat di dunia, imperium multinasional dan multibahasa yang mengendalikan
sebagian besar Eropa Tenggara, Asia Barat/Kaukasus, Afrika Utara, dan Tanduk
Afrika.

Pada awal abad ke-17, kesultanan ini terdiri dari 32 provinsi dan sejumlah
negara vasal, beberapa di antaranya dianeksasi ke dalam teritori kesultanan,
sedangkan sisanya diberikan beragam tingkat otonomi dalam kurun beberapa abad.

Dengan Konstantinopel sebagai ibu kotanya dan kekuasaannya atas wilayah yang
luas di sekitar cekungan Mediterania, Kesultanan Utsmaniyah menjadi pusat
interaksi antara dunia Timur dan Barat selama lebih dari enam abad. Kesultanan
ini bubar pasca Perang Dunia I. Pembubarannya berujung pada kemunculan
rezim politik baru di Turki, serta pembentukan Balkan dan Timur Tengah
yang baru.

* Hal Nama

Dalam bahasa Turki Utsmaniyah, kesultanan ini disebut Devlet-i ?Aliyye-yi ?
Osmâniyye atau Osmanli Devleti. Dalam bahasa Turki Modern, kesultanan i
ni dikenal dengan sebutan Osmanli Devleti atau Osmanli Imparatorlugu.

Di sejumlah tulisan Barat, nama "Ottoman" dan "Turkey" dipakai bergantian.
Dikotomi ini secara resmi berakhir pada tahun 1920–23 ketika rezim Turki
yang beribu kota di Ankara memilih Turki sebagai nama resminya. Nama
tersebut sudah digunakan penduduk Eropa sejak zaman Seljuk.

* Bendera Kesultanan Utsmaniyah


















Ket :
Bendera Kesultanan Utsmaiyah


























Ket :
Lambang Kesultanan Utsmaniyah

Tabel di bawah ini berisi informasi para sultan Utsmaniyah, juga kalifah
Utsmaniyah, diurutkan berdasarkan kronologi. Tughra adalah lambang atau
tanda kaligrafi yang digunakan oleh para sultan Utsmaniyah yang dituliskan
pada semua dokumen resmi dan uang koin, dan lebih melambangkan sang sultan
daripada portret sang sultan. Kolom "Catatan" berisi informasi mengenai
orangtua dan nasib tiap sultan. Bila pemerintahan seorang sultan tidak
berakhir dengan kematian wajar, alasannya ditandai dengan cetak tebal.
[2] Pada tahun 1617, hukum pergantian keturunan dalam Kesultanan ini diubah dari
"siapa yang kuat akan menang" menjadi suatu sistem yang didasarkan atas
tingkat senioritas agnatik (ekberiyet), yaitu tahta akan diteruskan oleh l
aki-laki tertua dalam keluarga. Ini menyebabkan sejak abad ke-17 sultan yang
meninggal jarang digantikan oleh putranya, tetapi biasanya oleh seorang
paman atau saudara laki-laki.

Sistem "senioritas agnatik" (agnatic seniority) dipertahankan sampai
pembubaran kesultanan, meskipun pada abad ke-19 ada usaha yang gagal
untuk mengganti dengan sistem "primogeniture" (keturunan tertua).

* Hal Urutan Sultan Utsmaniyah

Para Khalifah masa Utsmaniyah :

1. Salim I (tahun 918-926 H/1517-1520 M)

2. Sulaiman al-Qanuni (tahun 916-974 H/1520-1566 M)

3. salim II (tahun 974-982 H/1566-1574 M)

4. Murad III (tahun 982-1003 H/1574-1595 M)

5. Muhammad III (tahun 1003-1012 H/1595-1603 M)

6. Ahmad I (tahun 1012-1026 H/1603-1617 M)

7. Musthafa I (tahun 1026-1027 H/1617-1618 M)

8. ‘Utsman II (tahun 1027-1031 H/1618-1622 M)

9. Musthafa I (tahun 1031-1032 H/1622-1623 M)

10. Murad IV (tahun 1032-1049 H/1623-1640 M)

11. Ibrahim I (tahun 1049-1058 H/1640-1648 M)

12. Mohammad IV (1058-1099 H/1648-1687 M)

13. Sulaiman II (tahun 1099-1102 H/1687-1691M)

14. Ahmad II (tahun 1102-1106 H/1691-1695 M)

15. Musthafa II (tahun 1106-1115 H/1695-1703 M)

16. Ahmad II (tahun 1115-1143 H/1703-1730 M)

17. Mahmud I (tahun 1143-1168/1730-1754 M)

18. “Utsman IlI (tahun 1168-1171 H/1754-1757 M)

19. Musthafa II (tahun 1171-1187H/1757-1774 M)

20. ‘Abdul Hamid (tahun 1187-1203 H/1774-1789 M)

21. Salim III (tahun 1203-1222 H/1789-1807 M)

22. Musthafa IV (tahun 1222-1223 H/1807-1808 M)

23. Mahmud II (tahun 1223-1255 H/1808-1839 M)

24. ‘Abdul Majid I (tahun 1255-1277 H/1839-1861 M)

25. “Abdul ‘Aziz I (tahun 1277-1293 H/1861-1876 M)

26. Murad V (tahun 1293-1293 H/1876-1876 M)

27. ‘Abdul Hamid II (tahun 1293-1328 H/1876-1909 M)

28. Muhammad Risyad V (tahun 1328-1339 H/1909-1918 M)

29. Muhammad Wahiddin II (tahun 1338-1340 H/1918-1922 M)

30. ‘Abdul Majid II (tahun 1340-1342 H/1922-1924

_________________________________________________________________

Sekil Sejarah Utsmaniyah dari Masa Kebangkitannya (Sultan Pertama)
sampai pada Masa Sultan Terkhirnya)
_________________________________________________________________


1. Kebangkitan (1299–1453)
























Ket :
Pertempuran Nicopolis, 1396. Lukisan tahun 1523

Pasca pembubaran Kesultanan Rum yang dipimpin dinasti Seljuq Turki,
pendahulu Utsmaniyah, pada tahun 1300-an, Anatolia terpecah menjadi
beberapa negara merdeka (kebanyakan Turki) yang disebut emirat Ghazi.
Salah satu emirat Ghazi dipimpin oleh Osman I (1258[13] – 1326) dan
namanya menjadi asal usul nama Utsmaniyah.

Osman I memperluas batas permukiman Turki sampai pinggiran Kekaisaran
Bizantium. Tidak jelas bagaimana Osmanli berhasil menguasai wilayah
tetangganya karena belum banyak diketahui soal sejarah Anatolia abad
pertengahan.

Pada abad setelah kematian Osman I, kekuasaan Utsmaniyah mulai meluas
sampai Mediterania Timur dan Balkan. Putra Osman, Orhan, menaklukkan
kota Bursa pada tahun 1324 dan menjadikannya ibu kota negara Utsmaniyah.
Kejatuhan Bursa menandakan berakhirnya kendali Bizantium atas Anatolia
Barat Laut. Kota Thessaloniki direbut dari Republik Venesia pada tahun
1387.

Kemenangan Utsmaniyah di Kosovo tahun 1389 secara efektif mengawali
kejatuhan pemerintahan Serbia di wilayah itu dan membuka jalan untuk
perluasan wilayah Utsmaniyah di Eropa. Pertempuran Nicopolis tahun 1396
yang dianggap luas sebagai perang salib besar terakhir pada Abad
Pertengahan gagal menghambat laju bangsa Turki Utsmaniyah.

Seiring meluasnya kekuasaan Turki di Balkan, penaklukan strategis
Konstantinopel menjadi tugas penting. Kesultanan ini mengendalikan
nyaris seluruh bekas tanah Bizantium di sekitar kota, namun warga
Yunani Bizantium sempat luput ketika penguasa Turk-Mongolia, Tamerlane,
menyerbu Anatolia dalam Pertempuran Ankara tahun 1402. Ia menangkap
Sultan Bayezid I.

Penangkapan Bayezid I menciptakan kekacauan di kalangan penduduk
Turki. Negara pun mengalami perang saudara yang berlangsung sejak
1402 sampai 1413 karena para putra Bayezid memperebutkan takhta.
Perang berakhir ketika Mehmet I naik sebagai sultan dan mengembalikan
kekuasaan Utsmaniyah. Kenaikannya juga mengakhiri Interregnum yang
disebut Fetret Devri dalam bahasa Turki Utsmaniyah.

Sebagian teritori Utsmaniyah di Balkan (seperti Thessaloniki, Makedonia,
dan Kosovo) sempat terlepas setelah 1402, tetapi berhasil direbut kembali
oleh Murad II antara 1430-an dan 1450-an.

Pada tanggal 10 November 1444, Murad II mengalahkan pasukan Hongaria,
Polandia, dan Wallachia yang dipimpin Wladyslaw III dari Polandia
(sekaligus Raja Hongaria) dan János Hunyadi di Pertempuran Varna,
pertempuran terakhir dalam Perang Salib Varna.

Empat tahun kemudian, János Hunyadi mempersiapkan pasukannya (terdiri
dari pasukan Hongaria dan Wallachia) untuk menyerang Turki, namun
dikalahkan oleh Murad II dalam Pertempuran Kosovo Kedua tahun 1448.

2. Perkembangan (1453–1683)

Angkatan Darat Utsmaniyah di Konstantinopel tahun 1453, Biara Moldovi?a
Putra Murad II, Mehmed II, menata ulang negara dan militernya, lalu
menaklukkan Konstantinopel pada tanggal 29 Mei 1453. Mehmed mengizinkan
Gereja Ortodoks mempertahankan otonomi dan tanahnya dengan imbalan
mengakui pemerintahan Utsmaniyah. Karena hubungan yang buruk antara
negara-negara Eropa Barat dan Kekaisaran Romawi Timur, banyak penduduk
Ortodoks yang mengakui kekuasaan Utsmaniyah alih-alih Venesia.

Pada abad ke-15 dan 16, Kesultanan Utsmaniyah memasuki periode
ekspansi. Kesultanan ini berhasil makmur di bawah kepemimpinan
sejumlah Sultan yang tegas dan efektif. Ekonominya juga maju karena
pemerintah mengendalikan rute-rute perdagangan darat utama antara
Eropa dan Asia.

Sultan Selim I (1512–1520) memperluas batas timur dan selatan Kesultanan
Utsmaniyah secara dramatis dengan mengalahkan Shah Ismail dari Persia
Safawiyah dalam Pertempuran Chaldiran.

Selim I mendirikan pemerintahan Utsmaniyah di Mesir dan mengerahkan
angkatan lautnya ke Laut Merah. Setelah ekspansi tersebut, persaingan
pun pecah antara Kekaisaran Portugal dan Kesultanan Utsmaniyah yang
sama-sama berusaha menjadi kekuatan besar di kawasan itu.























Ket :
Pertempuran Mohács, 1526

Suleiman Agung (1520–1566) mencaplok Belgrade tahun 1521, menguasai
wilayah selatan dan tengah Kerajaan Hongaria sebagai bagian dari
Peperangan Utsmaniyah–Hongaria.

Setelah memenangkan Pertempuran Mohács tahun 1526, ia mendirikan
pemerintahan Turki di wilayah yang sekarang disebut Hongaria
(kecuali bagian baratnya) dan teritori Eropa Tengah lainnya.
Ia kemudian mengepung Wina tahun 1529, tetapi gagal.Tahun 1532,
ia melancarkan serangan lain ke Wina, namun dikalahkan pada
Pengepungan Güns.

Transylvania, Wallachia, dan Moldavia (sementara) menjadi kepangeranan
bawahan Kesultanan Utsmaniyah. Di sebelah timur, bangsa Turk Utsmaniyah
merebut Baghdad dari Persia pada tahun 1535, menguasai Mesopotamia,
dan mendapatkan akses laut ke Teluk Persia.

Perancis dan Kesultanan Utsmaniyah bersatu karena sama-sama menentang
pemerintahan Habsburg dan menjadi sekutu yang kuat. Penaklukan Nice (1543)
dan Corsica (1553) oleh Perancis adalah hasil kerja sama antara pasukan
raja Francis I dari Perancis dan Suleiman. Pasukan tersebut dipimpin
oleh laksamana Utsmaniyah Barbarossa Hayreddin Pasha dan Turgut Reis.

Satu bulan sebelum pengepungan Nice, Perancis membantu Utsmaniyah
dengan mengirimkan satu unit artileri pada penaklukan Esztergom
tahun 1543. Setelah bangsa Turk membuat serangkaian kemajuan tahun 1543,
penguasa Habsburg Ferdinand I secara resmi mengakui pemerintahan
Utsmaniyah di Hongaria pada tahun 1547.

Pada tahun 1559, setelah perang Ajuuraan-Portugal pertama, Kesultanan
Utsmaniyah menganeksasi Kesultanan Adal yang lemah ke dalam wilayahnya.
Ekspansi ini mengawali pemerintahan Utsmaniyah di Somalia dan Tanduk
Afrika. Aneksasi tersebut juga meningkatkan pengaruh Utsmaniyah di
Samudra Hindia untuk bersaing dengan Portugal.

Pada akhir masa kekuasaan Suleiman, jumlah penduduk Kesultanan Utsmaniyah
mencapai 15.000.000 orang dan tersebar di tiga benua. Selain itu,
kesultanan ini menjadi kekuatan laut besar yang mengendalikan sebagian
besar Laut Mediterania. Saat itu, Kesultanan Utsmaniyah adalah bagian
utama dari lingkup politik Eropa. Kesuksesan politik dan militernya
sering disamakan dengan Kekaisaran Romawi, salah satunya oleh cendekiawan
Italia Francesco Sansovino dan filsuf politik Perancis Jean Bodin.

4. Pemberontakan dan pemulihan (1566–1683)























Ket :
Miniatur tentang kampanye Szigetvár ini memperlihatkan tentara Utsmaniyah
dan Tatar lebih unggul.

Struktur militer dan birokrasi yang efektif pada abad sebelumnya terancam
gagal ketika sultan-sultan selanjutnya tidak tegas memimpin. Kesultanan
Utsmaniyah perlahan dikalahkan bangsa Eropa dari segi teknologi militer
karena inovasi yang mendorong perluasan kesultanan ini dihambat oleh
paham konservatisme agama dan intelektual yang terus berkembang.

Meski mengalami kesulitan, kesultanan ini tetap menjadi kekuatan
ekspansionis besar sampai Pertempuran Wina tahun 1683 yang menandakan
akhir ekspansi Utsmaniyah ke Eropa.

Penemuan rute dagang laut baru oleh negara-negara Eropa Barat memungkinkan
mereka menghindari monopoli dagang Utsmaniyah. Penemuan Tanjung Harapan
Baik oleh Portugal tahun 1488 merintis serangkaian perang laut Utsmaniyah-
Portugal di Samudra Hindia sepanjang abad ke-16.

Dari segi ekonomi, pemasukan perak Spanyol dari Dunia Baru mengakibatkan
mata uang Utsmaniyah mengalami devaluasi tajam dan inflasi tinggi.

Di bawah kepemimpinan Ivan IV (1533–1584), Kekaisaran Rusia meluas
sampai kawasan Volga dan Kaspia dengan menaklukkan beberapa kekhanan
Tatar. Pada tahun 1571, khan Krimea Devlet I Giray yang didukung
Utsmaniyah membakar Moskwa. Tahun berikutnya, invasi diulang namun
digagalkan pada Pertempuran Molodi. Kekhanan Krimea terus menyerbu
Eropa Timur melalui serangkaian serangan budak dan menjadi kekuatan
besar di Eropa Timur sampai akhir abad ke-17.

Di Eropa Selatan, koalisi Katolik yang dipimpin Philip II dari Spanyol
mengalahkan armada Utsmaniyah di Pertempuran Lepanto. Ini merupakan
pukulan telak dan simbolis terhadap citra kehebatan Utsmaniyah.
Memudarnya citra ini diawali oleh kemenangan Ksatria Malta atas
pasukan Utsmaniyah dalam Pengepungan Malta tahun 1565. Pertempuran
Lepanto membuat Angkatan Laut Utsmaniyah kehilangan banyak tenaga
ahlinya, sedangkan kapal-kapalnya masih bisa diperbaiki.

Angkatan Laut Utsmaniyah pulih dengan cepat dan memaksa Venesia
menandatangani perjanjian damai tahun 1573 yang mengizinkan Kesultanan
Utsmaniyah memperluas dan memperkuat posisinya di Afrika Utara.















Ket :
Pertempuran Lepanto tahun 1571

Sebaliknya, wilayah Habsburg tidak berubah setelah pertahanan Habsburg
diperkuat. Perang Panjang melawan Austria Habsburg (1593–1606) membuat
pemerintah melengkapi infanterinya dengan senjata api dan melonggarkan
kebijakan perekrutan.

Keputusan ini menciptakan masalah ketidakpatuhan dan pemberontakan di
dalam tubuh militer yang tidak pernah terselesaikan. Penembak jitu ireguler
(Sekban) juga direkrut. Demobilisasi pun berubah menjadi brigandase
(perampokan) dalam pemberontakan Jelali (1595–1610) yang memperluas
aksi anarkis di Anatolia pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17.

Ketika populasi kesultanan mencapai 30.000.000 jiwa pada tahun 1600,
kelangkaan tanah membuat pemerintah ditekan habis-habisan.



















Ket :
Pengepungan Wina Kedua tahun 1683.

Pada masa kekuasaannya yang singkat, Murad IV (1612–1640) membentuk
kembali pemerintahan pusat dan merebut Yerevan (1635) dan Baghdad
(1639) dari safawiyah.

Kesultanan wanita (1648–1656) adalah periode ketika ibu para sultan
muda berkuasa atas nama putranya. Tokoh wanita yang paling berpengaruh
waktu itu adalah Kösem Sultan dan menantunya Turhan Hatice. Persaingan
politik mereka berujung pada pembunuhan Kösem pada 1651.

Selama Era Köprülü (1656–1703), pemerintahan efektif dijalankan oleh
sejumlah Wazir Agung dari keluarga Köprülü. Kewaziran Köprülü mengalami
kesuksesan militer dengan didirikannya pemerintahan di Transylvania,
penaklukan Kreta tahun 1669, dan ekspansi ke Ukraina selatan Polandia.

Pertahanan terakhir Khotyn dan Kamianets-Podilskyi dan teritori Podolia
bergabung dengan Kesultanan Utsmaniyah tahun 1676.

Periode ketegasan baru ini berakhir pada Mei 1683 saat Wazir Agung Kara
Mustafa Pasha memimpin pasukan besar untuk mengepung Wina kedua kalinya
dalam Perang Turki Besar 1683–1687. Serangan terakhir mereka tertunda
karena pasukan Utsmaniyah didesak mundur oleh pasukan sekutu Habsburg,
Jerman, dan Polandia yang dipimpin Raja Polandia Jan III Sobieski pada
Pertempuran Wina.

Aliansi Liga Suci terus melaju pasca kekalahan di Wina dan memuncak pada
Perjanjian Karlowitz (26 Januari 1699) yang mengakhiri Perang Turki Besar.

Kesultanan Utsmaniyah menyerahkan sejumlah wilayah pentingnya, kebanyakan
diserahkan secara permanen. Mustafa II (1695–1703) memimpin serangan
balasan terhadap Wangsa Habsburg di Hongaria pada 1695–96, namun kalah
besar di Zenta (11 September 1697).

7. Kemandekan dan reformasi

Selim III menyambut para tamu penting di Gerbang Kebahagiaan, Istana Topkapi.
Pada periode ini, ekspansi Rusia membawa ancaman besar yang terus berkembang.
Karena itu, Raja Charles XII dari Swedia diterima sebagai sekutu Kesultanan
Utsmaniyah setelah pasukannya dikalahkan Rusia pada Pertempuran Poltava tahun
1709 (bagian dari Perang Utara Besar 1700–1721.)[51] Charles XII mendesak
Sultan Utsmaniyah Ahmed III untuk menyatakan perang terhadap Rusia.

Utsmaniyah berhasil memenangkan Kampanye Sungai Pruth yang berlangsung pada
1710–1711. Pasca Perang Austria-Turki 1716–1718, Perjanjian Passarowitz
mencantumkan penyerahan wilayah Banat, Serbia, dan "Walachia Kecil"
(Oltenia) ke Austria. Perjanjian ini juga menyebutkan bahwa Kesultanan
Utsmaniyah mengambil sikap defensif dan tidak mungkin melakukan agresi
lagi di Eropa.


















Ket :
Tentara Utsmaniyah berupaya menahan laju Rusia saat Pengepungan
Ochakov tahun 1788.

Perang Austria-Rusia–Turki yang diakhiri oleh Perjanjian Belgrade 1739
berujung pada kembalinya Serbia dan Oltenia, namun pelabuhan Azov berhasil
direbut Rusia. Setelah perjanjian ini, Kesultanan Utsmaniyah menikmati
masa perdamaian karena Austria dan Rusia terpaksa menghadapi kebangkitan
Prusia.

Sejumlah reformasi pendidikan dan teknologi dilaksanakan, termasuk pendirian
institusi pendidikan tinggi seperti Universitas Teknik Istanbul.Pada
tahun 1734, sebuah sekolah artileri didirian untuk memperkenalkan metode
artileri Barat, namun kalangan ulama Islam mengajukan keberatan atas dasar
teodisi.

Tahun 1754, sekolah artileri tersebut dibuka kembali secara setengah rahasia.
Tahun 1726, Ibrahim Muteferrika meyakinkan Wazir Agung Nevsehirli Damat
Ibrahim Pasha, Mufti Agung, dan para ulama tentang efisiensi percetakan.
Muteferrika pun diizinkan Sultan Ahmed III untuk menerbitkan buku-buku
non-religius meski ditentang sejumlah kaligrafer dan pemuka agama.

Percetakan Muteferrika menerbitkan buku pertamanya pada tahun 1729.
Pada 1743, jumlah karya yang dicetaknya mencapai 17 buah dalam 23 volume
dan masing-masing karya dicetak sebanyak 500 sampai 1.000 eksemplar.

Pada 1768, para Haidamak, pemberontak konfederasi Polandia yang dibantu
Rusia, memasuki Balta, kota Utsmaniyah di perbatasan Bessarabia, dan
membantai warganya dan membumihanguskan kota tersebut.

Tindakan ini memaksa Kesultanan Utsmaniyah memulai Perang Rusia-Turki
1768–1774. Perjanjian Küçük Kaynarca tahun 1774 mengakhiri perang ini
dan memberikan kebebasan beribadah bagi warga Kristen di provinsi
Wallachia dan Moldavia.

Pada akhir abad ke-18, serangkaian kekalahan perang melawan Rusia membuat
beberapa kalangan di Kesultanan Utsmaniyah yakin bahwa reformasi yang
dijalankan Peter Agung memberi keunggulan bagi Rusia, dan Utsmaniyah harus
menggunakan teknologi Barat untuk menghindari kekalahan lebih lanjut.

Selim III (1789–1807) melakukan upaya besar pertama dalam memodernisasi
pasukannya, tetapi reformasi ini terhambat oleh kepemimpinan yang religius
dan korps Yanisari. Karena iri dengan hak-hak militer dan menolak perubahan,
Yanisari pun merintis pemberontakan. Semua upaya Selim membuat dirinya
kehilangan takhta dan nyawanya.

Akan tetapi, pemberontakan ini berhasil diredam dengan spektakuler dan
kejam oleh penggantinya yang dinamis, Mahmud II. Ia menghapus korps
Yanisari pada tahun 1826.

Revolusi Serbia (1804–1815) menjadi awal era kebangkitan nasional di
kawasan Balkan pada masa Pertanyaan Timur. Suzeraintas Serbia sebagai
monarki herediter dengan dinastinya sendiri diakui secara de jure pada
tahun 1830.

Pada 1821, bangsa Yunani menyatakan perang terhadap Sultan. Pemberontakan
yang pecah di Moldavia sebagai bentuk pengalihan diikuti oleh revolusi
utama di Peloponnesos.

Peloponnesos dan bagian utara Teluk Korintus menjadi wilayah Kesultanan
Utsmaniyah pertama yang merdeka, tepatnya pada tahun 1829. Pada pertengahan
abad ke-19, Kesultanan Utsmaniyah dijuluki "orang sakit" oleh bangsa Eropa.
Negara-negara suzerain (Kepangeranan Serbia, Wallachia, Moldavia, dan
Montenegro) meraih kemerdekaan de jure pada 1860-an dan 1870-an.

8. Kemunduran dan modernisasi (1828–1908)

Pada masa Tanzimat (1839–1876), serangkaian reformasi konstitusional
pemerintah membuahkan hasil, yaitu pasukan wajib militer modern, reformasi
sistem perbankan, dekriminalisasi kaum homoseksual, perubahan hukum agama
menjadi hukum sekuler, dan gilda yang memiliki pabrik modern. Kementerian
Pos Utsmaniyah dibentuk di Istanbul pada tanggal 23 Oktober 1840.[63][64]

Samuel Morse menerima paten telegraf pertamanya tahun 1847. Paten tersebut
dikeluarkan oleh Sultan Abdülmecid yang secara langsung menguji penemuan
baru itu.

Setelah uji coba berhasil, jalur kabel telegraf pertama di dunia (Istanbul-
Adrianopel-Sumnu) mulai dipasang pada 9 Agustus 1847.Periode reformis
ini memuncak dengan penyusunan Konstitusi yang disebut Kanûn-u Esâsî.
Era Konstitusional Pertama kesultanan ini tidak berlangsung lama.
Parlemennya hanya bertahan selama dua tahun sebelum dibubarkan sultan.

Dikarenakan tingkat pendidikannya yang lebih tinggi, penduduk Kristen di
kesultanan ini mulai unggul ketimbang penduduk Muslim yang mayoritas,
sehingga penduduk Muslim merasa tidak puas.

Pada tahun 1861, ada 571 sekolah dasar dan 94 sekolah menengah Kristen
Utsmaniyah dengan 140.000 siswa. Jumlah itu jauh melampaui siswa Muslim
di sekolah pada saat yang sama. Kemajuan siswa Muslim terus melambat
dikarenakan lamanya waktu mata pelajaran bahasa Arab dan teologi Islam.

Tingkat pendidikan siswa Kristen yang lebih tinggi memungkinkan mereka
memainkan peran penting dalam perekonomian negara. Pada tahun 1911,
528 dari 654 perusahaan grosir di Istanbul dimiliki etnis Yunani.




















Ket :
Prajurit Turki menyerang Benteng Shefketil saat Perang Krimea

Perang Krimea (1853–1856) adalah bagian dari persaingan panjang antara
kekuatan-kekuatan besar Eropa yang memperebutkan pengaruh di teritori
Kesultanan Utsmaniyah yang melemah. Beban perang dari segi finansial
memaksa pemerintah Utsmaniyah mengajukan pinjaman luar negeri senilai
5 juta pound sterling pada 4 Agustus 1854.

Perang ini mengakibatkan eksodus warga Tatar Krimea. Sekitar 200.000
di antaranya pindah ke Kesultanan Utsmaniyah dalam bentuk gelombang
emigrasi.

Menjelang akhir Peperangan Kaukasus, 90% etnis Sirkasia dilenyapkan,
diusir dari tanah airnya di Kaukasus, dan terpaksa mengungsi ke
Kesultanan Utsmaniyah.[73] Sekitar 500.000 sampai 700.000 orang
Sirkasia berlindung di Turki.

Beberapa sumber memberi angka yang lebih tinggi, yaitu 1 juta-1,5
juta orang dideportasi dan/atau dibunuh.


Upacara peresmian Parlemen Utsmaniyah Pertama di Istana Dolmabahçe tahun 1876
Perang Rusia-Turki (1877–1878) berakhir dengan kemenangan mutlak bagi Rusia.
Akibatnya, wilayah Utsmaniyah di Eropa menyusut dengan cepat. Bulgaria
didirikan sebagai kepangeranan merdeka di dalam Kesultanan Utsmaniyah,
Rumania mendapat kemerdekaan penuh. Serbia dan Montenegro mendapat
kemerdekaan penuh dengan wilayah yang lebih kecil. Pada tahun 1878,
Austria-Hongaria bersama-sama menduduki provinsi Bosnia-Herzegovina
dan Novi Pazar. Walaupun pemerintah Utsmaniyah menentang tindakan ini,
pasukannya dikalahkan dalam kurun tiga minggu.

Sebagai imbalan atas bantuan Perdana Menteri Britania Raya Benjamin Disraeli
dalam pengembalian teritori Utsmaniyah di Semenanjung Balkan saat
Kongres Berlin, Britania Raya mendapatkan hak pemerintahan di Siprus
pada tahun 1878.

Britania kemudian mengirimkan tentaranya ke Mesir pada tahun 1882 untuk
membantu pemerintah Utsmaniyah meredam Pemberontakan Urabi. Britania pun
memegang kendali penuh di Siprus dan Mesir.

Pada 1894–96, sekitar 100.000 sampai 300.000 etnis Armenia yang tinggal
di seluruh kesultanan dibunuh dalam sebuah peristiwa yang disebut
pembantaian Hamidian.

Seiring menyusutnya wilayah Kesultanan Utsmaniyah, banyak Muslim Balkan
pindah ke teritori Utsmaniyah yang tersisa di Balkan atau ke jantung
kesultanan di Anatolia.[80] Per 1923, hanya Anatolia dan Thracia Timur
yang dikuasai Muslim.

Kekalahan dan pembubaran (1908–1922)[sunting | sunting sumber]
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pembubaran Kesultanan Utsmaniyah

Deklarasi Revolusi Turk Muda oleh para pemimpin millet Utsmaniyah.
Era Konstitusional Kedua dimulai pasca Revolusi Turk Muda (3 Juli 1908)
melalui pengumuman sultan tentang penggunaan kembali konstitusi 1876
dan pembentukan kembali Parlemen Utsmaniyah. Pengumuman ini menjadi
awal pembubaran Kesultanan Utsmaniyah. Era ini didominasi oleh politik
Komite Persatuan dan Kemajuan serta gerakan yang kelak dikenal dengan
sebutan Turk Muda.

Memanfaatkan perpecahan sipil, Austria-Hongaria secara resmi menganeksasi
Bosnia dan Herzegovina tahun 1908, tetapi mereka menarik tentaranya dari
Sanjak Novi Pazar, wilayah lain yang diperebutkan Austria dan Utsmaniyah,
untuk menghindari perang. Pada Perang Italia-Turki (1911–12), Kesultanan
Utsmaniyah kehilangan Libya dan Liga Balkan menyatakan perang terhadap
Kesultanan Utsmaniyah.

Utsmaniyah kalah dalam Peperangan Balkan (1912–13) dan kehilangan teritori
Balkan-nya kecuali Thracia Timur dan ibu kota historis Adrianopel. Sekira
400.000 Muslim yang khawatir menghadapi kekerasan etnis Yunani, Serbia,
atau Bulgaria, mengungsi mundur bersama pasukan Utsmaniyah.[82] Menurut
perkiraan Justin McCarthy, sejak 1821 sampai 1922, pembersihan etnis
Muslim Utsmaniyah di Balkan mengakibatkan kematian dan pengusiran sekian
juta orang dari kawasan itu.[83][84][85] Per 1914, Kesultanan Utsmaniyah
sudah dipuul mundur dari hampir seluruh Eropa dan Afrika Utara. Meski begitu,
kesultanan ini masih dihuni 28 juta orang. 15,5 juta di antaranya di Turki
modern, 4,5 juta di Suriah, Lebanon, Palestina, dan Yordania, dan 2,5 juta
di Irak. 5,5 juta sisanya berada di bawah pemerintahan bayangan Utsmaniyah
di jazirah Arab.


















Ket :
Mehmed VI sebagai Sultan Utsmaniyah terakhir, 1922

Pada November 1914, Kesultanan Utsmaniyah ikut serta dalam Perang Dunia I
di blok Kekuatan Tengah. Kesultanan ini ambil bagian dalam teater Timur
Tengah. Utsmaniyah sempat beberapa kali menang pada tahun-tahun pertama
perang, misalnya di Pertempuran Gallipoli dan Pengepungan Kut, namun ada
juga kekalahan seperti pada Kampanye Kaukasus melawan Rusia.

Amerika Serikat tidak pernah mengeluarkan pernyataan perang terhadap
Kesultanan Utsmaniyah.

Tahun 1915, saat Angkatan Darat Kaukasus Rusia terus merangsek ke Anatolia
timur, dibantu sejumlah milisi Armenia Utsmaniyah, pemerintah Utsmaniyah
mulai mendeportasi dan membantai penduduk etnis Armenia. Aksi ini kemudian
dikenal dengan nama Genosida Armenia.[89] Aksi genosida juga dilakukan
terhadap etnis minoritas Yunani dan Assyria.

Pemberontakan Arab yang dimulai tahun 1916 berbalik melawan Utsmaniyah
di front Timur Tengah. Utsmaniyah sempat unggul di Timur Tengah selama
dua tahun pertama perang. Gencatan Senjata Mudros yang ditandatangani
pada 30 Oktober 1918 mengakhiri peperangan di teater Timur Tengah,
diikuti pendudukan Konstantinopel dan pemecahan Kesultanan Utsmaniyah.

Dengan Perjanjian Sèvres, pemecahan Kesultanan Utsmaniyah menjadi resmi.
Pada kuartal terakhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, sekitar 7–9 juta
pengungsi Muslim Turki dari wilayah Kaukasus, Krimea, Balkan, dan
pulau-pulau Mediterania pindah ke Anatolia dan Thracia Timur.

Pendudukan Konstantinopel dan Izmir melahirkan gerakan nasional Turki
yang memenangkan Perang Kemerdekaan Turki (1919–22) di bawah pimpinan
Mustafa Kemal Pasha (atau Mustafa Kemal Atatürk). Kesultanan dibubarkan
tanggal 1 November 1922, dan sultan terakhirnya, Mehmed VI (berkuasa
1918–22), meninggalkan negara ini pada 17 November 1922.

Majelis Agung Nasional Turki mendeklarasikan Republik Turki pada tanggal
29 Oktober 1923. Kekhalifahan dibubarkan tanggal 3 Maret 1924.

_____________________________________________________________________________

Sekilas Gambaran Umum Masa Kejayaan Utsmaniyah dilihat dari Pemerintahan,
Hukum, Militer, Administratif, Ekonomi, Deografi, Bahasa, Agama, Budaya,
Sastra, Arsitektur, Sains dan Teknologi
_____________________________________________________________________________

* Hal Pemerintahan





















Ket :
Para duta besar di Istana Topkapi

Tata negara Kesultanan Utsmaniyah adalah sistem yang sangat sederhana dan
terbagi menjadi dua dimensi utama, pemerintahan militer dan pemerintahan
sipil. Sultan adalah jabatan tertinggi dalam sistem ini. Sistem sipil
dibuat berdasarkan unit-unit pemerintahan daerah yang didasarkan pada
karakteristik wilayahnya. Kesultanan Utsmaniyah menggunakan sistem negara
(seperti Kekaisaran Romawi Timur) menguasai kaum ulama. Tradisi-tradisi
Turki pra-Islam yang bertahan setelah adopsi praktik administrasi dan
hukum dari Iran Islam masih berperan penting bagi pemerintah Utsmaniyah.

Menurut pemahaman Utsmaniyah, tugas utama negara adalah mempertahankan
dan memperluas tanah Muslim dan menjamin keamanan dan keselarasan di
dalam perbatasannya sesuai konteks praktik Islam ortodoks dan kedaulatan
dinasti.

"Dinasti Utsmaniyah" atau "Wangsa Osman" tak terbandingkan dan tak terlampaui
ukuran maupun durasinya di dunia Islam. Dinasti Utsmaniyah berasal dari
Turki. Sebelas sultan pernah digulingkan karena dianggap sebagai ancaman bagi
negara oleh musuh-musuhnya. Hanya dua upaya penggulingan dinasti penguasa
Osmanli yang pernah terjadi. Dua-duanya gagal dan mendesak perlunya sistem
politik yang dalam perpanjangan periodenya mampu menangani revolusi tanpa
menciptakan ketidakstabilan yang tidak perlu.



















Ket :
Bâb-i Âlî, Porte Agung

Jabatan tertinggi dalam Islam, khalifah, diklaim oleh sultan sehingga
negaranya juga menyandang nama Kekhalifahan Utsmaniyah. Sultan Utsmaniyah,
pâdisâh atau "rajanya raja", menjadi pemimpin tunggal kesultanan dan
dianggap sebagai perwakilan pemerintahannya, meski kendalinya tidak selalu
mutlak.

Harem Kesultanan adalah salah satu kekuatan terpenting dalam pemerintahan
Utsmaniyah. Lembaga ini dipimpin oleh Valide Sultan. Kadang Valide Sultan
terlibat dalam perpolitikan negara. Wanita harem pernah mengendalikan negara
pada suatu periode yang disebut "Kesultanan Wanita".

Sultan baru selalu dipilih dari putra sultan sebelumnya. Sistem pendidikan
sekolah istana yang kuat diarahkan untuk mengeliminasi calon pewaris yang
tidak cocok dan menggalang dukungan elit penguasa terhadap seorang pewaris.

Sekolah istana yang juga mendidik calon pejabat negara tidak bersifat jalur
tunggal. Jalur pertama, madrasah (Turki Utsmaniyah: Medrese), dirancang untuk
umat Islam dan mendidik cendekiawan dan pejabat negara sesuai tradisi Islam.

Beban keuangan Medrese ditanggung oleh vakif, sehingga anak-anak keluarga
miskin bisa menaikkan status sosial dan pendapatannya.

Jalur kedua adalah sekolah asrama gratis untuk umat Kristen, Enderûn,
yang merekrut 3.000 siswa tiap tahunnya dari kalangan putra Kristen antara
8 sampai 20 tahun dari satu sampai empat puluh keluarga di komunitas-
komunitas di Rumelia dan/atau Balkan. Proses ini disebut Devshirme (Devsirme).

Meski sultan adalah monark tertinggi, kewenangan politik dan eksekutif sultan
didelegasikan ke orang lain. Politik negara melibatkan sejumlah penasihat dan
menteri yang membentuk dewan bernama Divan (setelah abad ke-17 namanya berubah
menjadi "Porte").

Divan, ketika negara Utsmaniyah masih berupa Beylik, terdiri dari para tetua
suku. Komposisinya kemudian diubah agar melibatkan pejabat militer dan elit
lokal (seperti penasihat keagamaan dan politik). Sejak awal 1320, seorang
Wazir Agung ditunjuk untuk melanjutkan tugas-tugas tertentu sultan.

Wazir Agung terbebas dari sultan dan memegang kuasa penunjukan, pemecatan,
dan pengawasan yang nyaris tidak terbatas. Mulai akhir abad ke-16, sultan
menarik diri dari politik dan Wazir Agung menjadi kepala negara de facto.

Sepanjang sejarah Utsmaniyah, ada banyak kejadian ketika gubernur lokal
mengambil tindakan secara independen sekalipun bertentangan dengan penguasa.
Pasca Revolusi Turk Muda tahun 1908, negara Utsmaniyah menjadi monarki
konstitusional. Sultan tidak lagi memegang kekuasaan eksekutif. Parlemen
dibentuk yang perwakilannya dipilih dari provinsi-provinsi negara. Para
wakil kemudian membentuk Pemerintahan Imperium Kesultanan Utsmaniyah.

Pemerintahan yang eklektik tampak jelas dalam surat-surat diplomatik
kesultanan. Surat tersebut biasanya dikirim ke barat dalam bahasa Yunani.

Tughra adalah monogram kaligrafi atau tanda tangan para Sultan Utsmaniyah
yang jumlahnya 35 orang. Dipahat di lambang Sultan, tughra mengandung nama
Sultan dan ayahnya. Pernyataan dan doa "kemenangan abadi" juga dipahat di
kebanyakan lambang. Tughra pertama dimiliki oleh Orhan Gazi. Tughra
bergaya hiasan ini kelak merintis cabang kaligrafi Utsmaniyah-Turki.

* Hal Hukum

Utsmaniyah. Sistem hukum Utsmaniyah mengakui hukum keagamaan atas rakyatnya.
Pada saat yang sama, Qanun (atau Kanun), sistem hukum sekuler, diterapkan
bersamaan dengan hukum keagamaan atau Syariah.

Kesultanan Utsmaniyah selalu disusun dengan sistem yurisprudensi lokal.
Urusan hukum di Kesultanan Utsmaniyah adalah bagian dari skema yang lebih
besar untuk menyeimbangkan kewenangan pusat dan daerah.

Kekuasaan Utsmaniyah lebih berkutat pada urusan hak tanah, sehingga
pemerintah daerah diberi ruang untuk memenuhi kebutuhan millet setempat.
Rumitnya yurisdiksi Kesultanan Utsmaniyah bertujuan mencetuskan integrasi
budaya dan agama dari kalangan yang berbeda.

Sistem Utsmaniyah memiliki tiga sistem pengadilan: satu untuk Muslim,
satu untuk non-Muslim yang melibatkan pejabat Yahudi dan Kristen yang
menguasai komunitas agamanya masing-masing, dan "pengadilan dagang".
Keseluruhan sistem ini diatur dari atas, yaitu Qanun, i.e. hukum, sistem
yang dibuat berdasarkan Yassa dan Töre Turk. Keduanya dikembangkan sebelum
kemunculan Islam.

Kategori-kategori pengadilan ini tidak sepenuhnya eksklusif. Misal,
pengadilan Islam—pengadilan primer kesultanan—bisa dipakai untuk
menyelesaikan konflik atau sengketa perdagangan antara pihak yang berbeda
agama. Biasanya penuntut Yahudi dan Kristen memilih pengadilan Islam agar
mendapat putusan yang lebih kuat terhadap suatu masalah. Negara Utsmaniyah
tidak mencampuri sistem hukum keagamaan non-Muslim, meski secara hukum
punya hak untuk melakukannya melalui gubernur. Sistem hukum Syariah Islam
terbentuk dari gabungan Qur'an; Hadits, kumpulan perkataan Muhammad; ijma',
konsensus anggota umat Islam; qiyas, sistem penalaran analogis dari peristiwa
sebelumnya; dan adat setempat. Kedua sistem diajarkan di dua sekolah hukum
kesultanan, tepatnya di Istanbul dan Bursa.

Sistem hukum Islam Utsmaniyah berbeda dengan pengadilan tradisional Eropa.
Pihak yang hadir di pengadilan Islam adalah Qadi yang berarti hakim. Sejak
penutupan itjihad, atau "Gerbang Penafsiran", para Qadi di seluruh Kesultanan
Utsmaniyah tidak terlalu fokus pada keputusan hukum sebelumnya, melainkan
pada adat setempat dan tradisi daerah tempat mereka bekerja.

Sayangnya, sistem pengadilan Utsmaniyah tidak punya struktur pengadilan
banding, sehingga muncul strategi kasus hukum ketika si penuntut bisa
membawa kasusnya dari satu sistem pengadilan ke sistem yang lain sampai
mereka mendapatkan putusan yang sesuai harapan.














Ket :
Contoh pengadilan Utsmaniyah, 1877

Pada akhir abad ke-19, sistem hukum Utsmaniyah dirombak besar-besaran.
Proses modernisasi hukum dimulai dengan Dekrit Gülhane tahun 1839.
Reformasi tersebut mencakup "pengadilan adil di hadapan umum untuk semua
terdakwa tanpa memandang agamanya," pembentukan sistem "kompetensi terpisah,
agama dan sipil," dan pengakuan kesaksian non-Muslim. Hukum tanah (1858),
hukum sipil (1869–1876), dan hukum prosedur sipil juga diberlakukan.

Reformasi hukum Utsmaniyah sangat dipengaruhi model Perancis. Ini dapat
dilihat dari penggunaan sistem pengadilan tiga tingkat. Sistem bernama
Nizamiye ini diperluas hingga tingkat pengadilan lokal dengan penerapan
akhir Mecelle, yaitu hukum sipil yang mengatur pernikahan, perceraian,
tunjangan, wasiat, dan status pribadi lainnya.

Untuk memperjelas pembagian kompetensi hukum, dewan pengurus menetapkan
bahwa segala urusan keagamaan diserahkan ke pengadilan agama dan urusan
status diserahkan ke pengadilan Nizamiye.

* Hal Militer
























Ket :
Kepala rumah tangga Sultan Murad IV dikawal yanisari.

























Ket :
Pasukan ireguler Utsmaniyah di teritori Hongaria modern, dilukis tahun 1568

Satuan militer pertama Kesultanan Utsmaniyah adalah angkatan darat yang
dibentuk oleh Osman I dari anggota suku di perbukitan Anatolia barat pada
akhir abad ke-13. Sistem militer pun berubah menjadi organisasi yang rumit
seiring kemajuan kesultanan. Militer Utsmaniyah merupakan sistem perekrutan
dan pertahanan yang kompleks.

Korps utama Angkatan Darat Utsmaniyah meliputi Yanisari, Sipahi, Akinci,
dan Mehterân. Angkatan Darat Utsmaniyah pernah menjadi salah satu pasukan
tempur termaju di dunia karena termasuk di antara pengguna pertama senapan
lontak dan meriam. Pasukan Turk Utsmaniyah mulai memanfaatkan falconet,
meriam pendek namun lebar, saat Pengepungan Konstantinopel.

Kavaleri Utsmaniyah bergantung pada kecepatan dan mobilitas tinggi alih-
alih persenjataan berat. Mereka menggunakan busur dan panah pendek
dengan kuda cepat Turkoman dan Arab (pencetus kuda balap Thoroughbred),
dan sering menerapkan taktik yang mirip dengan taktik Kekaisaran Mongol,
seperti berpura-pura mundur sambil mengurung musuh dengan formasi bulan
sabit lalu melancarkan serangan. Kemunduran kinerja angkatan darat semakin
jelas sejak pertengahan abad ke-17 dan setelah Perang Turki Besar.

Pada abad ke-18, sempat muncul sedikit keberhasilan melawan Venesia,
tetapi pasukan Rusia bergaya Eropa di utara memaksa Kesultanan Utsmaniyah
menyerahkan teritorinya.

Modernisasi Kesultanan Utsmaniyah pada abad ke-19 dimulai oleh militer.
Pada tahun 1826, Sultan Mahmud II menghapus korps Yanisari dan membentuk
angkatan darat modern Utsmaniyah. Pasukannya diberi nama Nizam-i Cedid
(Orde Baru). Angkatan Darat Utsmaniyah juga merupakan lembaga pertama
yang mempekerjakan tenaga ahli luar negeri dan mengirimkan para perwiranya
ke pusat pelatihan di negara-negara Eropa Barat. Karena itu pula, gerakan
Turk Muda dirintis ketika para prajurit muda dan terlatih ini pulang
ke negaranya.

















Ket :
Kartu pos Jerman yang menampilkan Angkatan Laut Utsmaniyah dipimpin
Yavuz (sebelumnya Goeben). Di kiri atas terdapat potret Sultan Mehmed V.

Angkatan Laut Utsmaniyah turut ambil bagian dalam perluasan wilayah
kesultanan di benua Eropa. Ekspansi ini berawal dari penaklukan Afrika
Utara yang memasukkan Aljazair dan Mesir ke Kesultanan Utsmaniyah pada
tahun 1517. Sejak kehilangan Aljazair (1830 dan Yunani (1821), kekuatan
laut dan kendali Utsmaniyah atas jajahan-jajahannya di seberang laut
mulai melemah.

Sultan Abdülaziz (berkuasa 1861–1876) berusaha membangun angkatan laut
yang kuat dengan membuat armada terbesar ketiga di dunia setelah
Britania Raya dan Perancis. Galangan kapal di Barrow, Inggris, membangun
kapal selam pertamanya untuk Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1886.

Meski begitu, ekonomi Utsmaniyah yang melemah tidak dapat mempertahankan
armada laut dalam jangka panjang. Sultan Abdülhamid II tidak mempercayai para
laksamana yang memihak dengan reformis Midhat Pasha. Sultan mengklaim bahwa
armada yang besar dan mahal tidak berguna untuk melawan Rusia saat Perang
Rusia-Turki. Ia mengunci sebagian besar armadanya di dalam Tanjung Emas
dan membiarkan kapalnya berkarat selama 30 tahun berikutnya.

Setelah Revolusi Turk Muda tahun 1908, Komite Persatuan dan Kemajuan
berupaya mengembangkan pasukan laut yang kuat. Yayasan Angkatan Laut
Utsmaniyah didirikan pada tahun 1910 untuk membeli kapal-kapal baru
melalui sumbangan masyarakat.

Sejarah penerbangan militer Utsmaniyah dapat dilacak hingga tahun 1909 antara
Juni 1909 dan Juli 1911.[109][110] Kesultanan Utsmaniyah mulai mempersiapkan
para pilot dan pesawat pertamanya.

Melalui pendirian Sekolah Penerbangan (Tayyare Mektebi) di Yesilköy
tanggal 3 Juli 1912, pemerintah mulai mengajar penerbangnya sendiri.
Pendirian Sekolah Penerbangan mempercepat kemajuan program penerbangan
militer, menambah jumlah perwira terdaftar, dan memberi pilot-pilot baru
peran aktif di Angkatan Darat dan Angkatan Laut Utsmaniyah. Bulan Mei 1913,
Program Latihan Pengintaian khusus pertama di dunia dirintis oleh Sekolah
Penerbangan dan divisi pengintaian terpisah pertama dibentuk.

Bulan Juni 1914, akademi militer yang baru, yaitu Sekolah Penerbangan
Angkatan Laut (Bahriye Tayyare Mektebi), didirikan. Dengan pecahnya Perang
Dunia I, proses modernisasi berhenti mendadak. Skadron penerbangan Utsmaniyah
bertempur di berbagai front selama Perang Dunia I, mulai dari Galisia di barat
hingga Kaukasus di timur dan Yaman di selatan.

* Hal Pembagian administratif





















Ket :
Eyalet pada tahun 1609

Kesultanan Utsmaniyah awalnya terbagi menjadi beberapa provinsi pada akhir
abad ke-14. Provinsi artinya unit-unit teritorial tetap yang gubernurnya
ditunjuk oleh sultan, pada akhir abad ke-14.

Eyalet (disebut juga pashalic atau beglerbeglic) merupakan teritori kerja
seorang beylerbeyi. Teritori ini dibagi lagi menjadi beberapa sanjak.

Vilayet diperkenalkan melalui pengesahan "Hukum Vilayet" (bahasa Turki:
Teskil-i Vilayet Nizamnamesi)[113] pada tahun 1864 sebagai bagian dari
reformasi tanzimat.

Tidak seperti sistem eyalet sebelumnya, hukum tahun 1864 ini menetapkan
hierarki satuan administratif: vilayet, liva/sanjak, kaza, dan dewan desa.
Hukum Vilayet tahun 1871 menambahkan nahiye di antara kaza dan desa.[115]

* Hal Ekonomi
























Ket :
Koin perunggu yang menampilkan Sultan Mehmed sang Penakluk, 1481.

Pemerintahan Utsmaniyah menerapkan kebijakan pengembangan Bursa,
Adrianopel, dan Istanbul (semuanya adalah ibu kota Utsmaniyah) menjadi
pusat perdagangan dan industri besar karena para pedagang dan pengrajin
memainkan peran besar dalam pembentukan metropolis baru.

Sampai saat itu, Mehmed dan penggantinya, Bayezid, juga mendorong dan
menerima migrasi kaum Yahudi dari berbagai daerah di Eropa. Mereka
menetap di Istanbul dan kota-kota pelabuhan seperti Salonica. Di
sejumlah tempat di Eropa, kaum Yahudi ditindas oleh penduduk Kristen.
Toleransi yang dimiliki bangsa Turk disambut hangat oleh para imigran.

Dasar ekonomi Utsmaniyah sangat terkait dengan konsep dasar negara
dan masyarakat Timur Tengah. Tujuan utama negara waktu itu adalah
memperkuat dan memperluas kekuasaan pemimpin. Cara untuk meraihnya
adalah mendapatkan sumber pendapatan yang banyak dengan
menyejahterakan kelas pekerja.

Tujuan utamanya adalah meningkatkan pendapatan negara tanpa mengacaukan
kemakmuran rakyatnya demi mencegah kerusuhan dan melindungi tatanan
masyarakat tradisional.

Susunan badan keuangan dan bendahara berkembang lebih baik di
Kesultanan Utsmaniyah ketimbang pemerintahan Islam lainnya.
Pada abad ke-17, organisasi keuangan Utsmaniyah merupakan yang
paling maju dibandingkan organisasi keuangan lainnya saat itu.
Organisasi ini mengembangkan birokrasi juru tulis (dikenal dengan
sebutan "men of the pen") sebagai kelompok terpisah yang separuhnya
diisi ulama yang sangat berpengalaman. Kelompok tersebut kemudian
berkembang menjadi lembaga profesional.Keefektifan lembaga keuangan
profesional berada di balik kesuksesan para negarawan besar Utsmaniyah.

















Ket :
Ottoman Bank didirikan tahun 1856 di Istanbul. Pada Agustus 1896,

bank ini diakuisisi oleh para anggota Federasi Revolusi Armenia.
Struktur ekonomi kesultanan ditentukan oleh struktur geopolitiknya.
Kesultanan Utsmaniyah berada di antara dunia Barat dan Timur,
sehingga menghalangi rute darat ke timur dan memaksa penjelajah
Spanyol dan Portugal untuk berlayar mencari rute baru ke timur.
Kesultanan mengendalikan rute rempah yang dulu digunakan Marco Polo.
Ketika Vasco da Gama menelikung rute Utsmaniyah dan membuat rute
dagang langsung ke India tahun 1498, dan Christopher Columbus
berlayar ke Bahama tahun 1492, Kesultanan Utsmaniyah berada pada
puncak kejayaannya.

Studi Utsmaniyah modern berpendapat bahwa perubahan hubungan antara
Turki Utsmaniyah dan Eropa Tengah tercipta oleh pembukaan rute laut
yang baru. Sejarawan bisa saja menganggap penurunan lalu lintas darat
ke timur setelah Eropa Barat membuka rute laut yang menjauhi Timur
Tengah dan Mediterania paralel terhadap kemunduran Kesultanan Utsmaniyah
itu sendiri. Perjanjian Inggris-Utsmaniyah, disebut juga Perjanjian
Balta Liman, yang membuka pasar Utsmaniyah ke para pesaingnya di
Inggris dan Perancis dapat dipandang sebagai salah satu tantangan
perkembangan ekonomi Utsmaniyah.

Dengan mengembangkan pusat dan rute perdagangan, mendorong rakyat memperluas
lahan pertanian di negara itu, dan mendorong perdagangan internasional
melalui jajahannya, pemerintah berhasil melaksanakan fungsi ekonomi dasar
di seluruh Kesultanan Utsmaniyah. Meski begitu, kepentingan keuangan dan
politik negara lebih dominan.

Dalam sistem sosial dan politik yang mereka jalankan, para pejabat
Utsmaniyah tidak paham atau tidak sadar dengan tuntutan dinamika dan
prinsip ekonomi kapitalis dan merkantil yang saat itu sedang berkembang
di Eropa Barat.

* Hal Demografi




















Ket :
Pemandangan Istanbul Lama dan Jembatan Galata di Tanjung Emas, ca. 1880–1893.



















Ket :
Pemandangan Galata (Karaköy) dan Jembatan Galata di Tanjung Emas, ca. 1880–1893.

Populasi Kesultanan Utsmaniyah diperkirakan berjumlah 11.692.480 jiwa pada
1520–1535. Angka ini diperoleh dengan menghitung jumlah keluarga di catatan
sumbangan Utsmaniyah, lalu dikali 5.[120] Atas alasan yang belum jelas,
jumlah penduduk abad ke-18 lebih sedikit ketimbang abad ke-16.

Perkiraan 7.230.660 jiwa untuk sensus pertama tahun 1831 dianggap terlalu
sedikit karena sensus ini bertujuan menghitung potensi wajib militer.

Sensus di teritori Utsmaniyah baru dimulai pada awal abad ke-19. Hasil
sensus dari tahun 1831 sampai seterusnya tersedia resmi, tetapi sensusnya
tidak mencakup seluruh penduduk. Misal, sensus 1831 hanya menghitung pria
dan tidak meliputi seluruh wilayah kesultanan.

Untuk periode-periode sebelumnya, perkiraan ukuran dan persebaran penduduk
didasarkan pada pola demografi yang teramati.

Jumlah penduduknya mulai naik hingga 25–32 juta jiwa pada 1800. 10 juta di
antaranya di provinsi-provinsi Eropa (kebanyakan di Balkan), 11 juta di
provinsi Asiatik, dan 3 juta di provinsi Afrika. Kepadatan penduduk tertinggi
ada di provinsi Eropa, dua kali lipatnya Anatolia, tiga kali lipatnya Irak dan
Suriah, dan lima kali lipatnya Arabia.[123]

Menjelang pembubaran kesultanan, angka harapan hidup mencapai 49 tahun,
lebih tinggi dibandingkan 20 tahunan di Serbia pada awal abad ke-19.
Wabah penyakit dan kelaparan mengakibatkan gangguan besar dan perubahan
demografi. Pada tahun 1785, sekitar seperenam penduduk Mesir meninggal
akibat wabah dan penduduk Aleppo berkurang 20% pada abad ke-18.

Enam kelaparan melanda Mesir antara 1687 dan 1731 dan kelaparan terakhir
melanda Anatolia empat dasawarsa kemudian.

Kebangkitan kota-kota pelabuhan memunculkan pengelompokan penduduk yang
didorong oleh pengembangan kapal uap dan kereta api. Urbanisasi meningkat
dan kota-kota besar maupun kecil tumbuh pada 1700–1922. Perbaikan kesehatan
dan sanitasi membuat kota-kota tersebut menarik perhatian para pendatang
untuk menetap dan bekerja.

Kota-kota pelabuhan seperti Salonica di Yunani mengalami peningkatan populasi
dari 55.000 jiwa tahun 1800 menjadi 160.000 pada tahun 1912. Populasi Izmir
tumbuh dari 150.000 jiwa tahun 1800 menjadi 300.000 pada tahun 1914.Beberapa
daerah mengalami penurunan populasi, seperti Belgrade yang jumlah penduduknya
turun dari 25.000 jiwa menjadi 8.000 jiwa dikarenakan perselisihan politik.

Migrasi ekonomi dan politik memberi pengaruh besar bagi seluruh kesultanan.
Contohnya, aneksasi Krimea dan Balkan secara berturut-turut oleh Rusia dan
Austria-Habsburg mengakibatkan migrasi pengungsi Muslim dalam jumlah besar.
200.000 penduduk Tatar Krimea mengungsi ke Dobruja.

Antara 1783 dan 1913, sekira 5–7 juta pengungsi membanjiri Kesultanan
Utsmaniyah, 3,8 juta di antaranya berasal dari Rusia. Beberapa migrasi
meninggalkan tanda yang bertahan lama, seperti ketegangan politik antara
wilayah-wilayah kesultanan (e.g. Turki dan Bulgaria) Dampak memusat terlihat
di daerah lain, seperti demografi sederhana yang muncul dari keragaman
penduduk. Ekonomi juga terpukul akibat berkurangnya pengrajin, pedagang,
produsen, dan petani.

Sejak abad ke-19, penduduk Muslim secara besar-besaran eksodus ke Turki
modern dari Balkan. Mereka disebut Muhacir sesuai definisi umum.hKetika
Kesultanan Utsmaniyah berakhir tahun 1922, separuh penduduk kota Turki
 adalah keturunan pengungsi Muslim dari Rusia.

* Hal Bahasa

Bahasa Turki Utsmaniyah adalah bahasa resmi kesultanan.
Ini adalah bahasa Turk yang sangat dipengaruhi bahasa Persia
dan Arab. Kesultanan Utsmaniyah memiliki beberapa bahasa berpenaruh:
Turki, dituturkan oleh mayoritas penduduk Anatolia dan mayoritas
Muslim Balkan selain di Albania dan Bosnia; Persia, hanya
dituturkan warga berpendidikan; Arab, banyak dituturkan di
Arabia, Afrika Utara, Irak, Kuwait, Levant, dan sebagian
Tanduk Afrika; dan Somali di seluruh Tanduk Afrika.

Dalam dua abad terakhir, pemakaian bahasa-bahasa tersebut bersifat
terbatas dan spesifik. Bahasa Persia, misalnya, cenderung digunakan
sebagai bahasa buku untuk warga berpendidikan, sedangkan bahasa
Arab dipakai untuk ibadah.

Bahasa Turki, dengan variasi Utsmaniyah, merupakan bahasa militer
dan pemerintahan sejak awal pendirian Kesultanan Utsmaniyah.
Konstitusi Utsmaniyah 1876 menetapkan status bahasa Turki
sebagai bahasa resmi kesultanan.

Dikarenakan tingkat melek huruf yang rendah (sekitar 2–3% sampai
awal abad ke-19 dan 15% pada akhir abad ke-19), rakyat jelata
perlu mempekerjakan juru tulis sebagai "penulis permintaan khusus"
(arzuhâlci) supaya bisa berkomunikasi dengan pemerintah.

Sejumlah suku bangsa berbicara dengan keluarganya atau anggota
permukimannya (mahalle) menggunakan bahasanya sendiri (e.g. Yahudi,
Yunani, Armenia, dll). Di desa-desa tempat dua orang atau lebih
tinggal bersama, penduduknya berbicara menggunakan bahasa lawan
bicaranya. Di kota kosmopolitan, orang-orang cenderung menuturkan
bahasa keluarganya dan banyak warga non-Turk yang menuturkan
bahasa Turki sebagai bahasa kedua.

* Hal Agama
























Ket :
Abdülmecid II adalah khalifah Islam terakhir dari dinasti Utsmaniyah.

Dalam sistem Kesultanan Utsmaniyah, walaupun ada kekuasaan hegemon
Muslim atas penduduk non-Muslim, komunitas non-Muslim mendapat
pengakuan dan perlindungan negara sesuai tradisi Islam.

Sampai paruh kedua abad ke-15, penduduk kesultanan ini didominasi
penganut Kristen dan dipimpin minoritas Muslim. Pada akhir abad
ke-19, populasi non-Muslim mulai berkurang drastis, bukan karena
kehilangan wilayah saja, tetapi juga perpindahan penduduk.

Persentase Muslim naik menjadi 60% pada 1820-an, lalu perlahan
naik ke 69% pada 1870-an, dan 76% pada 1890-an.[134] Per 1914,
hanya 19,1% penduduk kesultanan yang beragama non-Islam.
Kebanyakan di antaranya adalah Kristen Yunani, Assyria, Armenia,
dan Yahudi.

1. Islam




















Ket :
Tulisan kaligrafi di ubin fritware mencantumkan nama Allah, Muhammad,
dan khalifah-khalifah pertama. c. 1727, Islamic Middle East Gallery,
Victoria & Albert Museum.

Suku-suku Turk mempraktikkan macam-macam bentuk shamanisme sebelum
memeluk Islam. Pengaruh Abbasiyah di Asia Tengah diperkuat oleh
suatu proses yang sangat dipengaruhi kemenangan Abbasiyah pada
Pertempuran Talas melawan Dinasti Tang Cina tahun 751.

Setelah pertempuran ini, banyak suku Turk—termasuk Turk Oghuz,
leluhur Seljuk dan Utsmani—perlahan memeluk Islam dan
menyebarkannya ke Anatolia pada abad ke-11.

Sekte-sekte Muslim yang dianggap sesat, seperti Druze, Ismaili dan
Alawi, ditempatkan di bawah penganut Yahudi dan Kristen.Pada tahun
1514, Sultan Selim I, yang dijuluki "Pencabut Nyawa" karena
kekejamannya, memerintahkan pembantaian 40.000 Alevi Anatolia
(Qizilbash) yang ia anggap sesat. Ia kabarnya berkata bahwa
"membunuh seorang Alevi pahalanya setara dengan membunuh 70
orang Kristen."

2. Kristen dan Yudaisme
























Ket :
Mehmed II dan Patriark Gennadius II

Di Kesultanan Utsmaniyah, sesuai sistem zimmi Islam, umat Kristen diberi
kebebasan terbatas (seperti hak beribadah), namun diperlakukan seperti
warga kelas dua. Umat Kristen dan Yahudi tidak dianggap setara dengan
Muslim. Kesaksian melawan terdakwa Muslim oleh seorang Kristen dan Yahudi
tidak dianggap sah di pengadilan.

Mereka dilarang membawa senjata atau menunggangi kuda, rumah mereka
tidak boleh menghadap rumah Muslim, dan praktik ibadahnya harus berbeda
dengan praktik ibadah Islam Selain itu masih banyak batasan-batasan
legal lainnya.

Dalam sistem yang umum dikenal dengan nama devsirme, sejumlah putra
Kristen, kebanyakan dari Balkan dan Anatolia, secara rutin diharuskan
mengikuti wajib militer sebelum dewasa, lalu dibesarkan sebagai
seorang Muslim.

Di bawah sistem millet, warga non-Muslim wajib mematuhi hukum kesultanan,
namun tidak wajib mematuhi hukum Islam. Millet Ortodoks secara hukum
masih resmi patuh kepada Kode Justinian, hukum yang berlaku di
Kekaisaran Romawi Timur selama 900 tahun. Selain itu, sebagai kelompok
non-Muslim terbesar (atau zimmi) di negara Utsmaniyah Islam, millet
Ortodoks mendapatkan hak-hak istimewa di bidang politik dan perdagangan
serta diwajibkan membayar pajak yang lebih tinggi daripada Muslim.

Millet serupa ditetapkan untuk komunitas Yahudi Utsmaniyah yang berada
di bawah kewenangan Haham Basi atau kepala rabbi Utsmaniyah; komunitas
Ortodoks Armenia yang berada di bawah kewenangan kepala uskup; dan
berbagai komunitas agama lainnya. Sistem millet dalam hukum Islam
diakui luas sebagai contoh awal pluralisme agama pra-modern.

* Hal Budaya




















Ket :
Pasar Yeni Cami dan Eminönü, Konstantinopel, circa 1895

Kesultanan Utsmaniyah menyerap sejumlah tradisi, seni, dan institusi
budaya di daerah-daerah yang mereka taklukkan, lalu menambahkan dimensi
baru ke dalamnya. Berbagai tradisi dan kebudayaan imperium sebelumnya
(dalam bidang arsitektur, masakan, musik, hiburan, dan pemerintahan)
diadopsi oleh bangsa Turk Utsmaniyah.

Bangsa Turk kemudian mengubahnya ke bentuk-bentuk baru dan menciptakan
identitas budaya Utsmaniyah yang baru dan sangat berbeda. Pernikahan
antarbudaya juga berperan dalam menciptakan budaya elit Utsmaniyah.

Jika dibandingkan dengan budaya rakyat Turki, pengaruh budaya baru
dalam membentuk budaya elit Utsmaniyah sangat jelas terlihat.

Perbudakan adalah bagian dari masyarakat Utsmaniyah. Budak wanita
masih dijual di kesultanan sampai tahun 1908. Selama abad ke-19,
kesultanan didesak negara-negara Eropa untuk menghapuskan praktik
perbudakan. Para sultan pun mengembangkan kebijakan yang bertujuan
menghambat perdagangan budak, tetapi karena perbudakan mendapat
dukungan dan sanksi agama selama berabad-abad, kebijakan tersebut
tidak pernah menghapus perbudakan secara langsung.

Wabah masih menjadi momok menakutkan bagi masyarakat Utsmaniyah sampai
kuartal kedua abad ke-19. Antara 1701 dan 1750, 37 epidemi besar dan
kecil tercatat di Istanbul. Antara 1751 dan 1801, terjadi 31 epidemi
di kota yang sama.

* Hal Sastra

Dua aliran utama sastra tulis Utsmaniyah adalah syair dan prosa.
Syair sejauh ini merupakan aliran dominan. Sampai abad ke-19, prosa
Utsmaniyah tidak mengandung fiksi. Tidak ada karya yang sebanding dengan
roman, cerita pendek, atau novel Eropa. Genre yang serupa memang ada,
namun dalam bentuk sastra rakyat Turki dan syair Divan.

Syair Divan adalah bentuk seni yang sangat diritualkan dan simbolis.
Dari syair Persia yang menginspirasinya, syair Divan mewarisi banyak
simbol yang makna dan keterkaitannya—baik persamaan (?????? ???? mura
'ât-i nazîr / ????? tenâsüb) maupun perbedaannya (???? tezâd)
dijelaskan secara gamblang atau sederhana. Syair Divan disusun melalui
pencampuran konstan beberapa gambar di dalam kerangka kerja metrik
yang ketat,

sehingga muncul banyak kemungkinan makna. Kebanyakan syair Divan
berbentuk lirik, baik gazel (membentuk bagian terbesar dari repertoar
tradisi ini) maupun kasîdes. Ada pula genre-genre umum lainnya, salah
satunya adalah mesnevî, sejenis roman baris dan berbagai macam puisi
narasi. Dua contoh mesnevî yang terkenal adalah Leyli dan Majnun karya
Fuzûlî dan Hüsn ü Ask karya Seyh Gâlib.























Ket :
Ahmet Nedîm Efendi, salah satu penyair Utsmaniyah ternama

Sampai abad ke-19, Prosa Utsmaniyah tidak berkembang sampai sejauh
syair Divan kontemporer. Salah satu alasan utamanya adalah banyak prosa
yang harus mematuhi aturan sec (???, juga ditransliterasikan menjadi seci),
atau prosa berima, jenis penulisan yang diturunkan dari saj' Arab
yang mensyaratkan adanya rima antara setiap kata sifat dan kata benda
dalam suatu rangkaian kata, seperti kalimat. Karena itu, muncullah
sebuah tradisi prosa dalam sastra waktu itu meski sifatnya non-fiksi.
Contoh pengecualiannya adalah Muhayyelât karya Giritli Ali Aziz Efendi,
kumpulan cerita fantastis yang ditulis tahun 1796 dan baru diterbitkan
tahun 1867.

Dikarenakan hubungan historis yang dekat dengan Perancis, sastra Perancis
menjadi bagian dari pengaruh besar Barat terhadap sastra Utsmaniyah
sepanjang paruh akhir abad ke-19. Akibatnya, banyak aliran di Perancis
waktu itu yang juga muncul di Kesultanan Utsmaniyah. Misalnya, dalam
perkembangan tradisi prosa Utsmaniyah, pengaruh Romantisisme dapat
dilihat saat periode Tanzimat, dan pengaruh aliran Realis dan Naturalisme
muncul pada periode selanjutnya. Dalam tradisi syair, pengaruh Simbolis
dan Parnassian lebih mencolok.

Banyak penulis pada period Tanzimat menulis dalam beberapa genre secara
bersamaan. Misalnya, penyair Namik Kemal menulis novel penting Intibâh
("Kebangkitan") tahun 1876, sedangkan jurnalis Ibrahim Sinasi dikenal
karena menulis lakon Turki modern pertama pada tahun 1860, yaitu komedi
satu babak "Sair Evlenmesi" ("Pernikahan sang Penyair"). Lakon sebelumnya,
yaitu farse berjudul "Vakâyi'-i 'Acibe ve Havâdis-i Garibe-yi Kefsger
Ahmed" ("Peristiwa Aneh dan Kejadian Mengherankan Ahmed si Tukang
Sepatu"), dibuat pada awal abad ke-19, namun keotentikannya masih
diragukan.

Dengan semangat yang sama, novelis Ahmed Midhat Efendi menulis novel-
novel penting untuk setiap aliran besar: Romantisisme (Hasan Mellâh
yâhud Sirr Içinde Esrâr, 1873; "Hasan si Pelaut, atau Misteri di Dalam
Misteri"), Realisme (Henüz On Yedi Yasinda, 1881; "Baru Tujuh Belas Tahun"),
dan Naturalisme (Müsâhedât, 1891; "Pengamatan"). Keragaman ini separuhnya
didorong keinginan para penulis Tanzimat yang ingin menyertakan sastra
baru sebanyak mungkin dengan harapan bisa menyumbang revitalisasi
struktur sosial Utsmaniyah.[148]

* Hal Arsitektur


















Ket :
Jembatan Mehmed Paša Sokolovic, rampung tahun 1577, dirancang oleh Mimar
Sinan, arsitek ternama pada periode klasik arsitektur Utsmaniyah.

Arsitektur Utsmaniyah dipengaruhi oleh arsitektur Persia, Yunani
Bizantium, dan Islam. Pada masa kebangkitan, muncul periode arsitektur
Utsmaniyah awal atau pertama dan kesenian Utsmaniyah sedang dalam
tahap pencarian ide-ide baru.

Pada masa perkembangan, muncul periode arsitektur klasik dan kesenian
Utsmaniyah sedang jaya-jayanya. Pada masa kemandekan, arsitektur
Utsmaniyah menjauh dari gaya klasik.

Sepanjang Era Tulip, arsitektur Utsmaniyah dipengaruhi oleh gaya ornamen
tinggi Eropa Barat; Barok, Rococo, Empire, dan gaya-gaya lain saling
bercampur. Konsep arsitektur Utsmaniyah lebih berpusat pada masjid.

Masjid adalah bagian tak terpisahkan dari masyarakat, tata kota, dan
kehidupan komunal. Selain masjid, contoh sempurna arsitektur Utsmaniyah
dapat ditemukan di dapur sup, sekolah teologi, rumah sakit, pemandian
Turki, dan pemakaman.

Contoh arsitektur Utsmaniyah dari periode klasik selain Istanbul dan
Edirne juga dapat ditemukan di Mesir, Eritrea, Tunisia, Algiers, Balkan,
dan Rumania. Di sana banyak masjid, jembatan, air mancur, dan sekolah
Utsmaniyah.

Seni dekorasi Utsmaniyah berkembang seiring banyaknya pengaruh dikarenakan
keragaman etnik di Kesultanan Utsmaniyah. Para pengrajin memperkaya
Kesultanan Utsmaniyah dengan pengaruh seni pluralistik, seperti
mencampurkan seni Bizantium tradisional dengan elemen-elemen seni Cina.

1. Seni dekorasi


















Ket :
Lukisan karya Abdulcelil Levni, awal abad ke-18

Tradisi miniatur Utsmaniyah yang dilukis untuk mengilustrasikan manuskrip
atau dipakai pada album-album khusus sangat dipengaruhi oleh kesenian Persia.
Meski begitu, miniatur Utsmaniyah juga melibatkan sejumlah elemen tradisi
penerangan dan lukisan Bizantium.

Akademi pelukis Yunani, Nakkashane-i-Rum, didirikan di Istana Topkapi pada
abad ke-15. Pada awal abad selanjutnya, akademi Persia bernama Nakkashane-i-
Irani didirikan.

Penerangan Utsmaniyah mencakup seni lukis non-figur atau seni dekorasi
gambar di buku atau lembar muraqqa atau album, berbeda dengan gambar figur
miniatur Utsmaniyah. Penerangan, miniatur (taswir), kaligrafi (hat), kaligrafi
Islam, penjilidan buku (cilt), dan pemarbelan kertas (ebru) adalah bagian dari
seni buku Utsmaniyah. Di Kesultanan Utsmaniyah, manuskrip terang dan
berilustrasi dibuat atas perintah sultan atau pejabat pemerintahan.

Di Istana Topkapi, manuskrip-manuskrip tersebut dibuat oleh para seniman yang
bekerja di Nakkashane, pusat seniman miniatur dan penerangan. Buku-buku
keagamaan dan non-keagamaan dapat diterangi. Lembaran album levha terdiri
dari kaligrafi terang (hat) tughra, teks keagamaan, petikan syair atau
peribahasa, dan gambar dekorasi.

Seni pemintalan karpet sangat berkembang di Kesultanan Utsmaniyah. Karpet
memiliki nilai tinggi baik sebagai perlengkapan dekorasi yang kaya akan
simbolisme agama dan lainnya maupun sebagai pertimbangan praktis, karena
penduduk harus melepas sepatu sebelum memasuki rumah.

Pemintalan karpet berawal dari budaya nomaden Asia Tengah (karpet adalah
bentuk perlengkapan yang mudah dibawa), lalu menyebar ke masyarakat Anatolia
yang sudah menetap. Bangsa Turk memakai karpet, permadani, dan kilim tidak
hanya untuk alas ruangan, tetapi juga gantungan di dinding dan lorong agar
berfungsi sebagai insulasi tambahan. Karpet juga sering disumbangkan ke
masjid dan karena itu masjid umumnya punya banyak koleksi karpet.

2. Seni pertunjukan




















Ket :
Lakon bayangan Karagöz dan Hacivat tersebar di seluruh Kesultanan Utsmaniyah

Miniatur dari "Surname-i Vehbi" menunjukkan Mehteran, band musik Yanisari.
Musik klasik Utsmaniyah adalah bagian penting dari pendidikan kaum elit
Utsmaniyah. Sejumlah sultan Utsmaniyah adalah musisi dan komponis besar,
seperti Selim III yang komposisinya masih dimainkan sampai sekarang. Musik
klasik Utsmaniyah sebagian besar berasal dari gabungan musik Bizantium,
musik Armenia, musik Arab, dan musik Persia. Dari komposisinya, musik
Utsmaniyah memanfaatkan satuan ritme bernama usul, agak mirip dengan meter
di musik Barat, dan satuan melodi bernama makam, mirip-mirip dengan mode
musik Barat.

Instrumen yang dipakai adalah campuran instrumen Anatolia dan Asia Tengah
(saz, baglama, kemence), instrumen Timur Tengah lainnya (ud, tanbur, kanun,
ney), dan instrumen Barat (biola dan piano). Instrumen Barat baru disertakan
terakhir. Karena perbedaan geografis dan budaya antara ibu kota dan daerah
lainnya, dua gaya musik yang sangat berbeda pun muncul di Kesultanan Utsmaniyah,
yaitu musik klasik Utsmaniyah dan musik rakyat.

Di provinsi-provinsinya, berbagai macam musik rakyat terbentuk. Wilayah
yang gaya musiknya paling dominan adalah: Türküs Balkan-Thracia, Türküs Timur
Laut (Laz), Türküs Aegea, Türküs Anatolia Tengah, Türküs Anatolia Timur,
dan Türküs Kaukasus. Beberapa gaya musiknya adalah: musik Yanisari, musik
Roma, tari perut, dan musik rakyat Turki.

Lakon bayangan tradisional bernama Karagöz dan Hacivat tersebar ke seluruh
Kesultanan Utsmaniyah dan menampilkan tokoh-tokoh yang mewakili semua etnik
dan kelompok sosial besar dalam budaya tersebut.

Lakon ini dipentaskan oleh seorang pewayang yang juga mengisi suara semua
tokoh dan diiringi tamborin (def). Asal usulnya tidak jelas, mungkin dari
tradisi Mesir atau Asia.

* Hal Masakan
























Ket :
Wanita Turki memanggang roti, 1790

Masakan Utsmaniyah mengacu pada masakan ibu kota Istanbul dan ibu kota regional,
tempat percampuran budaya menghasilkan maskaan bersama yang dinikmati seluruh
penduduk. Masakan yang beragam ini disiapkan di dapur Istana Kesultanan oleh
koki yang dibawa dari berbagai daerah kesultanan untuk menciptakan dan
bereksperimen dengan bermacam bahan.

Hasil racikan dapur Istana Utsmaniyah disaring ke masyarakat, misalnya
ketika Ramadan atau proses masak di Yali para Pasha resepnya menyebar
sendiri dari sana ke masyarakat. Hari ini, masakan Utsmaniyah masih
ada di Turki, Balkan, dan Timur Tengah. Ini adalah "warisan bersama berupa
sesuatu yang dulunya merupakan gaya hidup Utsmaniyah, dan masakan-masakan
mereka adalah bukti kuat fakta ini".

Biasanya masakan hebat manapun di dunia tercipta dari variasi lokal dan
pertukaran dan pengayaan bersama yang terjadi di dalamnya, namun pada
saat yang sama terhomogenisasi dan terharmonisasi oleh tradisi perbaikan
citarasa metropolitan.

* Hal Sains dan teknologi






















Ket :
Observatorium Taqi al-Din Istanbul pada tahun 1577

Sepanjang sejarah Kesultanan Utsmaniyah, masyarakatnya berusaha membangun
perpustakaan besar yang dilengkapi buku terjemahan dari peradaban lain
dan manuskrip asli.

Sebagian besar permintaan manuskrip lokal dan asing muncul pada abad ke-15.
Sultan Mehmet II memerintahkan Georgios Amirutzes, seorang cendekiawan Yunani
dari Trabzon, untuk menerjemahkan dan menyebarkan buku geografi Ptolomeus
ke lembaga-lembaga pendidikan Utsmaniyah. Contoh lainnya adalah Ali Qushji,
astronom, matematikawan, dan fisikawan dari Samarkand, yang menjadi profesor
di dua madrasah dan berhasil memengaruhi pemerintah Utsmaniyah melalui
tulisan-tulisannya dan aktivitas muridnya. Ia hanya menghabiskan dua atau
tiga tahun di Kesultanan Utsmaniyah sebelum meninggal dunia di Istanbul.

Taqi al-Din membangun Observatorium Taqi al-Din Istanbul pada tahun 1577.
Ia melakukan pengamatan astronomi di sana sampai 1580. Ia menghitung
eksentrisitas orbit Matahari dan pergerakan tahunan apogeo.

Observatoriumnya diruntuhkan tahun 1580[157] karena bangkitnya faksi
ulama yang menentang atau setidaknya tidak acuh terhadap sains.

Pada tahun 1660, cendekiawan Utsmaniyah Ibrahim Efendi al-Zigetvari
Tezkireci menerjemahkan karya astronomi Noël Duret yang ditulis tahun
1637 ke bahasa Arab.

Serafeddin Sabuncuoglu adalah penulis atlas bedah pertama dan ensiklopedia
kedokteran besar terakhir dari dunia Islam. Meski sebagian besar karyanya
didasarkan pada Al-Tasrif karya Abu al-Qasim al-Zahrawi, Sabuncuoglu
memperkenalkan banyak inovasinya sendiri. Dokter bedah wanita diilustrasikan
untuk pertama kalinya.

Contoh jam yang mengukur waktu dalam hitungan menit dibuat oleh seorang
pengrajin jam Utsmaniyah, Meshur Sheyh Dede, pada tahun 1702.

Para sultan Dinasti Utsmaniyah menguasai wilayah kekuasaan transkontinental
yang sangat luas mulai dari tahun 1299 hingga 1922. Pada puncak kejayaannya,
Kesultanan Utsmaniyah berkuasa mulai dari Hongaria hingga ke bagian utara
Somalia di sebelah selatan, dan dari Aljazair di sebelah barat hingga Irak
di sebelah timur.

Ibukotanya mula-mula adalah Bursa di Anatolia, kemudian dipindahkan ke Edirne
pada tahun 1366 dan ke Konstantinopel atau Istanbul pada tahun 1453 setelah
Kejatuhan Konstantinopel Kekaisaran Bizantium.
__________

Penutup
__________

Ini jawaban penulis seiring dengan pernyataan dan pertanyaan orang tua
penulis ditahun 1984 yang lalu :

1. Benar Ayah...! Pusat Ilmu Pengetahuan Dunia, sebelum ada di dunia
   barat atau Erofa seperti yang ada sekarang ini, sesungguhnya
   berpusat dan bermula dari dunia Arab atau Dunia Timur atau Turki

2. Ilmu pengetahuan itu banyak tergali atau ditemukan pada masa Bani
   Utsmaniyah yang berlangsung dari tahun 1517 - 1924 M

3. Di masa Bani Utsmaniayah ini yang mana telah dilaui oleh 30 orang
   para Sultan atau para Raja atau para Khalifah wilayah kekuasaan
   Bani Utsmaniyah semakin meluas

4. Begitupun dibidang budayanya, mulai dari macam seni rupa, seni musik
   seni pahat dan seni tari berkembang. Termasuk sastranya berkembang
   dan menyebar juga, mulai dari sajak, puisi dan pribahasa.

5. Tak terkecuali dibidang Ilmu Pengetahuan alamnya, mulai dari antro
   pologi sampai pada Ilmu Perbintangan. Isi-isi Qur'an mulai diku
   pas tuntas pada saat ini, begitupun hukum syariahnya benar-benar
   dilaksanakan.

6. Dibidang maritim dapat dikatakan, pada masa ini para Kesultanan
   Utsmaniah telah membikin kapal selam.

Dan yang hebatnya ayah...!

5. Bahasa Arab adalah bahasa suci pada masa ini, hingga seorang saksi
   dalam suatu pengadilan yang menjawab diluar bahasa arab dianggap
   kesaksiannya tak dapat dipercaya.

Dan masih banyak lagi penemuan-penemuan Ilmu Pengetahuan
lainnya yang bukan saja ditemukan di masa pertengahan Kesultanan
Utsmaniyah, tapi justru diawal Kesultanan itu sendiri, khusunya
dimasa kejayaan Sultan Sulaiman yaitu Sultan kedua-nya.
_______

Demikian jawabnnya para kaum muslimin muslimat
...dan...

______________________________________________________
Cat :
http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Utsmaniyah


No comments:

Post a Comment