#SELAMAT PARA KAUM MUSLIMIN MUSLIMAT#
(Menyimakkepemimpinan wanita dalam hubungannya dengan
Pemilihan Presiden RI 2014)
______________________________________________________
____________
Pengantar
____________
Assalamu'alaikumwarahmatullahiwabarakatuh...!
Tulisan ini adalah pendalaman dari Pemilu Indonesia 2014
dalam hubungannya dengan waktu, jadwal, calon, sejarah dan
lagu-lagu Pemilu yang sudah penulis postingkan di link :
http://angkolafacebook.blogspot.com/2014/03/pemilu-2014-seputar-jadwal-waktu-nama.html
Juga pendalaman dari Pemilu 2014 dalam hubungannya dengan
Kepemimpinan dalam tinjauan Islam dan telah di postingkan
lewat link :
http://galeri1msad.blogspot.com/2014/03/pemilu-2014-kepemimpinan-dalam-tinjauan.html
Setelah mengurai mengenai kedua postingan di atas, maka
timbul pertanyaan bagi penulis, "Bagaimna sebenarnya kepemim
pian wanita dalam Islam. Hal ini mengingat dari 15 calon
presiden RI, ada 2 diantaranya prrempuan.
Berikut photo para calon Presiden RI tersebut :
"Bagaimana sebenarnya...?" adalah hal pokok yang mau penulis
sampaikan untuk kemudian menutupnya dengan menghubungkan
pada pemilihan calon Presiden 2014 di penutup tulisan.
Oya...! Tulisan ini sifatnya hanya penyajian informasi, tidak
ada maksud untuk mempengaruhi pembacanya "Setuju atau tidak
setuju wanita yang jadi Presiden RI 2014, karena hal itu
menjadi hak pembacanya.
Selamat menyimak...!
_____________________________________________________
Sekilas Kepemimpinan wanita dalam tinjauan Islam
_____________________________________________________
* Hal kepemimpinan wanita secara umum di Negara-negara
penduduk mayoritas Islam
Pemimpin Wanita dalam Islam. Kepemimpinan perempuan menjadi
kontroversi dalam tinjauan syariah Islam karena ada perbedaan
ulama tentang hadits sahih dari Abu Bakrah di mana Nabi menyatakan
bahwa Suatu kaum tidak akan berjaya apabila dipimpin oleh perempuan.
Oleh A. Fatih Syuhud*
Di Indonesia wacana hukum Islam tentang boleh tidaknya wanita
menduduki jabatan publik, baik tingkat tertinggi maupun dalam
level yang lebih rendah muncul relatif baru.
Topik ini mulai mengemuka pasca era Reformasi. Tepatnya, sejak
tahun 2001, yakni saat lengsernya Abdurrahman “Gus Dur” Wahid
dari tahta kepresidenan dan naiknya Megawati Sukarnoputri menjadi
presiden wanita pertama di Indonesia.
Di negara muslim lain, fenomena kepala negara wanita sudah pernah
dan sedang terjadi yaitu di Pakistan dan Bangladesh. Perdana
Menteri (PM) Benazir Bhutto menjadi Kepala Negara Pakistan dua
periode yang pertama pada tahun 1988-1990 dan yang kedua pada
tahun 1993-1996.
Bangladesh, negara yang memisahkan diri dari Pakistan pada 1971,
dipimpin oleh dua kepala negara wanita yaitu Khaleda Zia (1991-2006)
dan Sheikh Hasina.yang berkuasa dua periode yakni tahun 1996-2001
dan 2009-sampai sekarang.
* Hal kontroversi kepemimpinan perempuan di Indonesia
Kontroversi pemimpin perempuan sebenarnya sudah mulai berhembus
jauh sebelum pemilu 1999. Pro kontra ini berasal dari berbagai
lapisan masyarat mulai dari politisi partai yang berbasis Islam
maupun dari kalangan non-partai termasuk akademisi, aktivis
ormas Islam, bahkan kalangan santri yang secara kultural
berafiliasi ke NU (Nahdlatul Ulama). Hal ini dapat dimaklumi
karena masalah kepemimpinan perempuan mencakup banyak dimensi:
politis, sosiologis, budaya, ideologis. Termasuk di antaranya
adalah dimensi syariah.
Tulisan ini akan memfokuskan pembahasan dari aspek hukum syariah,
suatu sudut pandang yang paling menjadi perhatian kalangan santri
khususnya dan umat Islam secara umum.
* Hal Pembagian Al-Wilayah dalam kepemimpinan
Level kepemimpinan dan dalam bahasa Arab disebut al wilayah yang
secara etimologis berarti.suatu negara yang diatur oleh kepala
pemerintahan. Al-Wilayah juga bermakna penguasa atau pejabat negara
itu sendiri.
Secara istilah al-wilayah terbagi menjadi tiga yaitu al-wilayah
al-udzma al-kubro, al-wilayah al-ammah dan al-wilayah as-sughro
al-khassah. Al-wilayah al-ammah bermakna “jabatan yang memiliki
otoritas untuk melaksanakan tiga jabatan yaitu eksekutif (tanfidziyah),
yudikatif (qadhaiyah) dan legislatif (tashri’iyah).”
Yang dimaksud al-wilayah al-udzma al-kubro yaitu wilayah negara
yang dipimpin oleh kepala pemerintahan yang sekarang disebut
dengan presiden, perdana menteri, kanselir, atau raja. Namun,
ada juga perbedaan penafsiran dalam mendefinisikan kata al-wilayah
al-udzma al-kubro dan al-wilayah as-sughro.
Ada pandangan yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
al-wilayah al-kubro adalah kekuasaan khilafah yang mencakup
seluruh negara Islam di seluruh dunia yang pemimpinnya disebut
dengan al-imamah al-udzma.
Dalam pengertian ini, maka sebenarnya al-imam al-udzma atau
al-khilafah al-ammah yang menjadi pemimpin tertinggi dalam
al-wilayah al-udzma saat ini pada dasarnya tidak ada. Yang
ada saat ini adalah kepala negara dalam level al-wilayah as-sughra.
Pandangan ini dianut oleh banyak ulama kontemporer seperti Yusuf
Qardhawi, Tantawi, dan Ali Jumah. Sedang al-wilayah as-sughro hanya
terbatas pada satu negara Islam di antara negara-negara Islam yang lain.
* Ijmak dalam kepemimpinan wanita
Dalam konteks pemahaman seperti di atas, Qardawi menyatakan:
(Ulama fiqih sepakat [ijmak] bahwa perempuan tidak pantas
menduduki jabatan Al-Khilafah al-Ammah atau Al-Imamah Al-Udzma
yaitu pemimpin seluruh umat Islam dunia. Akan tetapi apakah
kepala negara dalam level lokal dan regional seperti saat ini
masuk dalam kategori al-khilafah atau serupa dengan kepala
daerah pada zaman dulu?).
Terlepas dari itu, Al-Mawardi dalam Al-Ahkam As-Sultaniyyah
membagi kekusaan al-wilayah al-ammah yang berada di bawah kepala
negara (al-wilayah al-kubro) ke dalam empat bagian:
(Bagian pertama, orang yang kekuasaannya umum dalam urusan
umum. Mereka adalah para menteri karena mereka bertanggung
jawab atas semua perkara tanpa kekhususan. Kedua, pejabat yang
kekuasaannya umum dalam tugas-tugas khusus. Mereka adalah pejabat
daerah dan kota, karena melihat pada tugas yang dikhususkan pada
mereka itu umum dalam segala urusan. Ketiga, pejabat yang kekuasaannya
khusus dalam urusan yang umum. Mereka seperti hakim, komandan
tentara, penarik pajak dan zakat. Keempat, pejabat yang tugasnya
khusus untuk urusan khusus. Seperti hakim kota atau daerah,
penarik pejak atau zakat, penegak hukum, dan lain-lain.
Karena masing-masing memiliki pengawasan khusus dan tugas khusus).
* Hal Titik Kontroversi Kepemimpinan Perempuan
Terjadinya pro dan kontra dalam soal pemimpin wanita dalam Islam
berasal dari perbedaan ulama dalam menafsiri sejumlah teks baik
dari Al-Quran maupun hadits. Beberapa nash yang menjadi ajang
perbedaan penafsiran antara lain::
QS An Nisa 4:34 Allah berfirman “Kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),…”
QS Al Ahzab 33:33 Allah berfirman:
“dan hendaklah kamu (perempuan) tetap di rumahmu dan janganlah
kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah
yang dahulu.”
QS Al-Ahzab 33:53 Allah berfirman:
“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-
isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian
itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.”
QS Al-Baqarah 4:282 Allah berfirman:
“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki
(di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang
lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai.”
QS At Taubah 9:71 Allah berfirman:
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar.”
QS An-Naml ayat 27:23-44 (kisah tentang dan pujian Allah
terhadap Ratu Balqis).
Hadits Nabi: “Wanita adalah saudara dari laki-laki.”
Hadits Nabi: “Allah mengizinkan kalian perempuan keluar rumah
untuk memenuhi kebutuhanmu.”
Aisyah memimpin tentara laki-laki dalam perang Jamal.
Umar bin Khattab mengangkat wanita bernama As-Syifa sebagai
akuntan pasar.
Hadits sahih riwayat Bukhari dari Abu Bakrah, Nabi bersabda:
“Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan kepemimpinannya
pada wanita.”
Teks hadits dari Abu Bakrah dan QS An Nisa 4:34 menjadi alasan
paling mendasar dari kalangan ulama yang mensyaratkan kepemimpinan
harus di tangan laki-laki dan menolak atas bolehnya peran wanita
menduduki posisi tersebut. Sedangkan kisah Ratu Balqis dalam
QS An-Naml 27:23-44, dan QS At Taubat 9:71 serta hadits “
“Wanita adalah saudara dari laki-laki.” menjadi argumen dasar
ulama yang membolehkan pemimpin perempuan.
* Hal Pandangan yang Mengharamkan Pemimpin Wanita
Pendapat yang mengharamkan kepala negara perempuan mendasarkan
argumennya terutama pada QS An Nisa 4:34 dan hadits dari Abu Bakrah
di atas. Dari kedua nash tersebut kalangan ahli fiqih salaf, termasuk
madzah empat berpendapat bahwa al-imam harus dipegang seorang laki-
laki dan tidak boleh diduduki seorang perempuan. Ibnu Katsir,
misalnya, dalam Tafsir Ibnu Katsir dalam menafsiri QS An-Nisa 4:34
menyatakan:
(Laki-laki adalah pemimpin wanita, karena laki-laki lebih utama
dari perempuan. Itulab sebabnya kenabian dikhususkan bagi laki-laki
begitu juga raja yang agung; begitu juga posisi jabatan hakim dan
lainnya, Ibnu Abbas berkata “Laki-laki pemimpin wanita” maksudnya
sebagai amir yang harus ditaati oleh wanita).
Ar-Razi dalam Tafsir Ar-Razi sependapat dengan pandangan Ibnu Katsir:
(Keutamaan laki-laki atas wanita timbul dari banyak sisi. Sebagian
berupa sifat-sifat faktual sedang sebagian yang lain berupa hukum
syariah seperti al-imamah as-kubro dan al-imamah as-sughro, jihad,
adzan, dan lain-lain).
Wahbah Zuhaili dalam Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu mengutip
ijmak-nya ulama bahwa salah satu syarat menjadi imam adalah
laki-laki (dzukuroh):
(Adapun laki-laki [sebagai syarat jabatan al-imam] karena beban
pekerjaan menuntut kemampuan besar yang umumnya tidak dapat ditanggung
wanita. Wanita juga tidak sanggup mengemban tanggung jawab yang timbul
atas jabatan ini dalam masa damai atau perang dan situasi berbahaya.
Nabi bersabda: ‘Tidak akan berjaya suatu kaum yang menyerahkan
kepemimpinannya pada wanita’ Oleh karena itu, ulama fiqih sepakat bahwa
jabatan Imam harus laki-laki). Tentu saja yang dimaksud al-imam di
sini adalah al-imam al-udzma atau al-khalifah al-ammah yang
mengepalai muslim dunia.
Namun, menurut Wahab Zuhaili, dalam masalah jabatan qadhi atau hakim,
terdapat perbedaan ulama fiqih apakah wajib laki-laki atau perempuan
juga boleh menempati posisi ini:
(Imam madzhab sepakat bahwa syarat bagi qadhi adalah berakal sehat,
baligh, merdeka, muslim, tidak tuli, tidak buta, tidak bisu. Mereka
berbeda pendapat dalam syarat adil dan laki-laki).
Ulama yang membolehkan wanita menduduki jabatan qadhi atau hakim
antara lain Abu Hanifah, Ibnu Hazm dan Ibnu Jarir at-Tabari. Ibnu
Rushd memerinci perbedaan pendapat ini dalam kitab Bidayatul Mujtahid:
(Ulama berbeda pendapat tentang disyaratkannya laki-laki sebagai
hakim. Jumhur mengatakan: ia menjadi syarat sahnya putusan hukum.
Abu Hanifah berkata: boleh wanita menjadi qadhi dalam masalah harta.
At-Tabari berkata: Wanita boleh menjadi hakim secara mutlak dalam
segala hal).
Sementara itu, kalangan ulama kontemporer yang mengharamkan kepemimpinan
wanita dipelopori oleh ulama Wahabi. Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
menyatakan dalam fatwanya bahwa wanita dilarang menduduki jabatan
tinggi apapun dalam pemerintahan:
(Kepemimpinan wanita untuk riasah ammah lil muslimin itu tidak
boleh. Quran, hadits dan ijmak sudah menunjukkan hal itu. Dalil
dari Al-Quran adalah QS An-Nisa 4:34. Hukum dalam ayat tersebut
mencakup kekuasaan laki-laki dan kepemimpinannya dalam keluarga.
Apalagi dalam wilayah publik… Adapun dalil hadits adalah sabda Nabi
“Suatu kaum tidak akan berjaya apabila diperintah oleh perempuan.”
Tidak diragukan lagi bahwa hadits ini menunjukkan haramnya kepemimpinan
perempuan pada otoritas umum atau otoritas kawasan khusus. Karena
semua itu memiliki sifat yang umum. Rasulullah telah menegasikan
kejayaan dalam suatu negara yang dipimpin perempuan).
Fatwa Bin Baz di atas tidak membedakan antara riasah ammah yakni
al-khilafah al-ammah dengan al-wilayah al-khassah. Juga, semua
posisi jabatan tinggi seperti hakim, menteri, gubernur, dan semua
posisi yang membawahi laki-laki haram hukumnya diduduki oleh perempuan.
* Hal Pandangan yang Membolehkan Pemimpin Wanita
Dr. Muhammad Sayid Thanthawi, Syaikh Al-Azhar dan Mufti Besar Mesir,
menyatakan bahwa kepemimpinan wanita dalam posisi jabatan apapun
tidak bertentangan dengan syariah. Baik sebagai kepala negara
(al-wilayah al-udzma) maupun posisi jabatan di bawahnya. Dalam
fatwanya yang dikutip majalah Ad-Din wal Hayat, Tantawi menegaskan:
(Wanita yang menduduki posisi jabatan kepala negara tidaklah
bertentangan dengan syariah karena Al-Quran memuji wanita yang
menempati posisi ini dalam sejumlah ayat tentang Ratu Balqis dari
Saba.
Dan bahwasanya apabila hal itu bertentangan dengan syariah, maka
niscaya Al-Quran akan menjelaskan hal tersebut dalam kisah ini.
Adapun tentang sabda Nabi bahwa “Suatu kaum tidak akan berjaya
apabila diperintah oleh wanita” Tantawi berkata: bahwa hadits ini
khusus untuk peristiwa tertentu yakni kerajaan Farsi dan Nabi
tidak menyebutnya secara umum. Oleh karena itu, maka wanita boleh
menduduki jabatan sebagai kepala negara, hakim, menteri, duta
besar, dan menjadi anggota lembaga legislatif. Hanya saja
perempuan tidak boleh menduduki jabatan Syaikh Al-Azhar karena
jabatan ini khusus bagi laki-laki saja karena ia berkewajiban
menjadi imam shalat yang secara syariah tidak boleh bagi
wanita).
Pendapat ini disetujui oleh Yusuf Qardhawi. Ia menegaskan bahwa
perempuan berhak menduduki jabatan kepala negara (riasah daulah),
mufti, anggota parlemen, hak memilih dan dipilih atau posisi
apapun dalam pemerintahan ataupun bekerja di sektor swasta karena
sikap Islam dalam soal ini jelas bahwa wanita itu memiliki kemampuan
sempurna (tamam al ahliyah).
Menurut Qaradawi tidak ada satupun nash Quran dan hadits yang
melarang wanita untuk menduduki jabatan apapun dalam pemerintahan.
Namun, ia mengingatkan bahwa wanita yang bekerja di luar rumah
harus mengikuti aturan yang telah ditentukan syariah seperti
a) tidak boleh ada khalwat (berduaan dalam ruangan tertutup)
dengan lawan jenis bukan mahram,
2) tidak boleh melupakan tugas utamanya sebagai seorang ibu
yang mendidik anak-anaknya, dan
3) harus tetap menjaga perilaku islami dalam berpakaian,
berkata, berperilaku, dan lain-lain.
Ali Jumah Muhammad Abdul Wahab, mufti Mesir saat ini[, termasuk
di antara ulama berpengaruh yang membolehkan wanita menjadi kepala
negara dan jabatan tinggi apapun seperti hakim, menteri, anggota
DPR, dan lain-lain. Namun, ia sepakat dengan Yusuf Qardhawi bahwa
kedudukan Al-Imamah Al-Udzma yang membawahi seluruh umat Islam
dunia harus dipegang oleh laki-laki karena salah satu tugasnya
adalah menjadi imam shalat.
Ali Jumah menyatakan bahwa kepemimpinan wanita dalam berbagai posisi
sudah sering terjadi dalam sejarah Islam. Tak kurang dari 90
perempuan yang pernah menjabat sebagai hakim dan kepala daerah
terutama di era Khilafah Utsmaniyah. Bagi Jumah, keputusan wanita
untuk menempati jabatan publik adalah keputusan pribadi antara
dirinya dan suaminya.
* Hal Syarat Perempuan Bekerja di Luar Rumah
Bolehnya perempuan menduduki posisi penting di lembaga pemerintahan
dari kepala negara sampai ketua RT– maupun di sektor swasta bukan
tanpa syarat. Islam membuat aturan-aturan yang harus ditaati atas
setiap langkah yang dilakukan oleh setiap muslim dan muslimah.
Dalam hal ini, Qardawi menyatakan ada tiga syarat yang harus
dipenuhi wanita yang bekerja di luar rumah:
(Pertama, pekerjaan itu tidak dilarang syariah. Wanita tidak boleh
melakukan pekerjaan yang dilarang syariah sebagaimana hal itu
tidak boleh bagi laki-laki. Akan tetapi ada juga jenis pekerjaan
yang boleh bagi laki-laki tapi tidak boleh bagi perempuan. Misalnya,
wanita tidak boleh menjadi penari, atau sekretaris pribadi bagi
laki-laki yang berada di dalam kamar tertutup. Karena wanita yang
khalwat [berduaan dalam ruangan tertutup] dengan lelaki lain tanpa
ditemani suami atau mahram adalah haram secara pasti menurut
ijmak ulama.
Kedua, pekerjaan yang dilakukan hendaknya tidak meniadakan tugas
wanita yang utama yaitu sebagai istri dengan melaksanakan hak-hak
rumah tangga dan sebagai ibu dalam memenuhi hak-hak anak.
Sekiranya pekerjaan tersebut akan mengganggu tugas-tugas utamanya,
maka itu tidak bisa diterima.
Ketiga, berpegang teguh pada etika Islam. Seperti tata cara keluar
rumah, berpakaian, berjalan, berbicara, dan menjaga gerak-geriknya.
Oleh karena itu, wanita tidak boleh keluar tanpa mengenakan busana
muslim, atau memakai parfum supaya wanginya tercium laki-laki.
Dan tidak boleh berjalan dengan gaya jalan seperti yang digambarkan
Allah dalam QS An-Nur 24:31
“Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan.” Sebagaimana tidak
dibolehkan berbicara kecuali untuk kebaikan seperti disebut
dalam QS Al-Ahzab 33:32
“Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeingi
nanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah
perkataan yang baik.
”Inilah etika prinsip yang harus dijaga oleh wanita yang
bekerja di luar rumah.)
Kesimpulan
Terdapat kesepakatan ulama fiqih (ijmak) dari keempat madzhab dan
lainnya, salaf dan kontemporer, bahwa perempuan tidak boleh menduduki
jabatan al-khilafah al-ammah atau al-imamah al-udzma. Namun, ada
perbedaan pandangan tentang definisi kedua istilah ini. Mayoritas
memaknai kata al-khilafah al-ammah atau al-imamah al-udzma sebagai
kepala negara yang membawahi wilayah Islam di seluruh dunia seperti
yang terjadi pada zaman empat khalifah pertama (khulafaur rasyidin),
masa khilafah Abbasiyah dan Umayyah. Ulama fiqih klasik umumnya juga
tidak membolehkan perempuan menjadi hakim, kecuali Abu Hanifah,
Ibnu Hazm dan Ibnu Jarir At-Tabari yang membolehkan wanita menduduki
posisi apapun.
Pandangan ketiga ulama terakhir ini menjadi salah satu alasan
ulama kontemporer atas bolehnya wanita menjabat posisi apapun
asal memenuhi syarat.
Bagi kalangan yang mengharamkan kepala negara wanita, setiap negara
muslim saat ini termasuk dalam kategori al-wilayah al-ammah yang
pemimpinnya disebut al-imamah al-udzma. Oleh karena itu, perempuan
tidak boleh menduduki posisi ini. Bagi ulama yang membolehkan,
seperti Tantawi, Yusuf Qardawi dan Ali Jumah, masing-masing
negara yang ada saat ini adalah salah satu bagian wilayah
alias al-wilayah al-khassah bukan al-wilayah al-ammah dan
karena itu boleh dipimpin oleh perempuan termasuk posisi jabatan
lain yang berada di bawahnya seperti hakim, menteri, gubernur,
DPR, dan lain-lain.
Di antara kedua pendapat di atas, ada pandangan yang ekstrim yang
menyatakan bahwa perempuan tidak boleh menduduki posisi jabatan
apapun yang membawahi laki-laki dengan argumen QS An-Nisa 4:34
dan hadits Abu Bakrah. Pendapat ini berasal dari ulama Wahabi
Arab Saudi dan didukung oleh hampir semua kalangan yang pro
dengan mereka.
Sumber :
http://www.fatihsyuhud.net/2013/11/pemimpin-wanita-dalam-islam/#sthash.Qhq8ftDq.dpuf
http://www.fatihsyuhud.net/2013/11/pemimpin-wanita-dalam-islam/
____________
Penutup
____________
Bisa jadi anda pembaca blog gelerimsad Sipirok Mashali mengalami
kesulitan dalam memtuskan apakah harus berkata setuju atau tidak
setuju wanita jadi Presiden RI 2012.
Jika memang demikian, maka penulis memudahkannya :
1. Katakan setuju, dengan dasar :
- Hadits Nabi: “Wanita adalah saudara dari laki-laki.”
- Hadits Nabi: “Allah mengizinkan kalian perempuan keluar rumah
untuk memenuhi kebutuhanmu.”
2. Katakan tidak setuju dengan dasar :
- QS An Nisa 4:34 Allah berfirman “Kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),…”
- QS Al Ahzab 33:33 Allah berfirman:
“dan hendaklah kamu (perempuan) tetap di rumahmu dan janganlah
kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah
yang dahulu.”
- Hadits sahih riwayat Bukhari dari Abu Bakrah, Nabi bersabda:
“Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan kepemimpinannya
pada wanita.”
Demikian yang dapat disajikan lewat blog ini, semoga dapat menambah
wawasan keagamaan kita. Dan perlu sama-sama kita ketahui dan sadari
bahwa, "Negara kita bukanlah negara yang berdasarkan Firman dan
Hadist tapi berdasarkan UUD 45 dan Pancasila".
Karena itu akan sangat bijaksana pengetahuan keagamaan kita menjadi
alat kontrol dalam pemilihan Presiden RI 2014 yang memang aturan
mainnya telah ditetapkan oleh Negara RI lewat lembaganya.
Begitupun...!
Sodapnya beragama Islam ini, kaum muslimin muslimat setuju atau tidak
wanita jadi pemimpin, namun agama tetap menghendaki agar kita semua
menyayangi perempuan, karena prempuan itu adalah ibu, ummmi anda.
Wassalamu'alaikumwarahmatullahiwabarakatuh...!
____________________________________________________________________
Cat :
PopCash.net
(Menyimakkepemimpinan wanita dalam hubungannya dengan
Pemilihan Presiden RI 2014)
______________________________________________________
____________
Pengantar
____________
Assalamu'alaikumwarahmatullahiwabarakatuh...!
Tulisan ini adalah pendalaman dari Pemilu Indonesia 2014
dalam hubungannya dengan waktu, jadwal, calon, sejarah dan
lagu-lagu Pemilu yang sudah penulis postingkan di link :
http://angkolafacebook.blogspot.com/2014/03/pemilu-2014-seputar-jadwal-waktu-nama.html
Juga pendalaman dari Pemilu 2014 dalam hubungannya dengan
Kepemimpinan dalam tinjauan Islam dan telah di postingkan
lewat link :
http://galeri1msad.blogspot.com/2014/03/pemilu-2014-kepemimpinan-dalam-tinjauan.html
Setelah mengurai mengenai kedua postingan di atas, maka
timbul pertanyaan bagi penulis, "Bagaimna sebenarnya kepemim
pian wanita dalam Islam. Hal ini mengingat dari 15 calon
presiden RI, ada 2 diantaranya prrempuan.
Berikut photo para calon Presiden RI tersebut :
"Bagaimana sebenarnya...?" adalah hal pokok yang mau penulis
sampaikan untuk kemudian menutupnya dengan menghubungkan
pada pemilihan calon Presiden 2014 di penutup tulisan.
Oya...! Tulisan ini sifatnya hanya penyajian informasi, tidak
ada maksud untuk mempengaruhi pembacanya "Setuju atau tidak
setuju wanita yang jadi Presiden RI 2014, karena hal itu
menjadi hak pembacanya.
Selamat menyimak...!
_____________________________________________________
Sekilas Kepemimpinan wanita dalam tinjauan Islam
_____________________________________________________
* Hal kepemimpinan wanita secara umum di Negara-negara
penduduk mayoritas Islam
Pemimpin Wanita dalam Islam. Kepemimpinan perempuan menjadi
kontroversi dalam tinjauan syariah Islam karena ada perbedaan
ulama tentang hadits sahih dari Abu Bakrah di mana Nabi menyatakan
bahwa Suatu kaum tidak akan berjaya apabila dipimpin oleh perempuan.
Oleh A. Fatih Syuhud*
Di Indonesia wacana hukum Islam tentang boleh tidaknya wanita
menduduki jabatan publik, baik tingkat tertinggi maupun dalam
level yang lebih rendah muncul relatif baru.
Topik ini mulai mengemuka pasca era Reformasi. Tepatnya, sejak
tahun 2001, yakni saat lengsernya Abdurrahman “Gus Dur” Wahid
dari tahta kepresidenan dan naiknya Megawati Sukarnoputri menjadi
presiden wanita pertama di Indonesia.
Di negara muslim lain, fenomena kepala negara wanita sudah pernah
dan sedang terjadi yaitu di Pakistan dan Bangladesh. Perdana
Menteri (PM) Benazir Bhutto menjadi Kepala Negara Pakistan dua
periode yang pertama pada tahun 1988-1990 dan yang kedua pada
tahun 1993-1996.
Bangladesh, negara yang memisahkan diri dari Pakistan pada 1971,
dipimpin oleh dua kepala negara wanita yaitu Khaleda Zia (1991-2006)
dan Sheikh Hasina.yang berkuasa dua periode yakni tahun 1996-2001
dan 2009-sampai sekarang.
* Hal kontroversi kepemimpinan perempuan di Indonesia
Kontroversi pemimpin perempuan sebenarnya sudah mulai berhembus
jauh sebelum pemilu 1999. Pro kontra ini berasal dari berbagai
lapisan masyarat mulai dari politisi partai yang berbasis Islam
maupun dari kalangan non-partai termasuk akademisi, aktivis
ormas Islam, bahkan kalangan santri yang secara kultural
berafiliasi ke NU (Nahdlatul Ulama). Hal ini dapat dimaklumi
karena masalah kepemimpinan perempuan mencakup banyak dimensi:
politis, sosiologis, budaya, ideologis. Termasuk di antaranya
adalah dimensi syariah.
Tulisan ini akan memfokuskan pembahasan dari aspek hukum syariah,
suatu sudut pandang yang paling menjadi perhatian kalangan santri
khususnya dan umat Islam secara umum.
* Hal Pembagian Al-Wilayah dalam kepemimpinan
Level kepemimpinan dan dalam bahasa Arab disebut al wilayah yang
secara etimologis berarti.suatu negara yang diatur oleh kepala
pemerintahan. Al-Wilayah juga bermakna penguasa atau pejabat negara
itu sendiri.
Secara istilah al-wilayah terbagi menjadi tiga yaitu al-wilayah
al-udzma al-kubro, al-wilayah al-ammah dan al-wilayah as-sughro
al-khassah. Al-wilayah al-ammah bermakna “jabatan yang memiliki
otoritas untuk melaksanakan tiga jabatan yaitu eksekutif (tanfidziyah),
yudikatif (qadhaiyah) dan legislatif (tashri’iyah).”
Yang dimaksud al-wilayah al-udzma al-kubro yaitu wilayah negara
yang dipimpin oleh kepala pemerintahan yang sekarang disebut
dengan presiden, perdana menteri, kanselir, atau raja. Namun,
ada juga perbedaan penafsiran dalam mendefinisikan kata al-wilayah
al-udzma al-kubro dan al-wilayah as-sughro.
Ada pandangan yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
al-wilayah al-kubro adalah kekuasaan khilafah yang mencakup
seluruh negara Islam di seluruh dunia yang pemimpinnya disebut
dengan al-imamah al-udzma.
Dalam pengertian ini, maka sebenarnya al-imam al-udzma atau
al-khilafah al-ammah yang menjadi pemimpin tertinggi dalam
al-wilayah al-udzma saat ini pada dasarnya tidak ada. Yang
ada saat ini adalah kepala negara dalam level al-wilayah as-sughra.
Pandangan ini dianut oleh banyak ulama kontemporer seperti Yusuf
Qardhawi, Tantawi, dan Ali Jumah. Sedang al-wilayah as-sughro hanya
terbatas pada satu negara Islam di antara negara-negara Islam yang lain.
* Ijmak dalam kepemimpinan wanita
Dalam konteks pemahaman seperti di atas, Qardawi menyatakan:
(Ulama fiqih sepakat [ijmak] bahwa perempuan tidak pantas
menduduki jabatan Al-Khilafah al-Ammah atau Al-Imamah Al-Udzma
yaitu pemimpin seluruh umat Islam dunia. Akan tetapi apakah
kepala negara dalam level lokal dan regional seperti saat ini
masuk dalam kategori al-khilafah atau serupa dengan kepala
daerah pada zaman dulu?).
Terlepas dari itu, Al-Mawardi dalam Al-Ahkam As-Sultaniyyah
membagi kekusaan al-wilayah al-ammah yang berada di bawah kepala
negara (al-wilayah al-kubro) ke dalam empat bagian:
(Bagian pertama, orang yang kekuasaannya umum dalam urusan
umum. Mereka adalah para menteri karena mereka bertanggung
jawab atas semua perkara tanpa kekhususan. Kedua, pejabat yang
kekuasaannya umum dalam tugas-tugas khusus. Mereka adalah pejabat
daerah dan kota, karena melihat pada tugas yang dikhususkan pada
mereka itu umum dalam segala urusan. Ketiga, pejabat yang kekuasaannya
khusus dalam urusan yang umum. Mereka seperti hakim, komandan
tentara, penarik pajak dan zakat. Keempat, pejabat yang tugasnya
khusus untuk urusan khusus. Seperti hakim kota atau daerah,
penarik pejak atau zakat, penegak hukum, dan lain-lain.
Karena masing-masing memiliki pengawasan khusus dan tugas khusus).
* Hal Titik Kontroversi Kepemimpinan Perempuan
Terjadinya pro dan kontra dalam soal pemimpin wanita dalam Islam
berasal dari perbedaan ulama dalam menafsiri sejumlah teks baik
dari Al-Quran maupun hadits. Beberapa nash yang menjadi ajang
perbedaan penafsiran antara lain::
QS An Nisa 4:34 Allah berfirman “Kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),…”
QS Al Ahzab 33:33 Allah berfirman:
“dan hendaklah kamu (perempuan) tetap di rumahmu dan janganlah
kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah
yang dahulu.”
QS Al-Ahzab 33:53 Allah berfirman:
“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-
isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian
itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.”
QS Al-Baqarah 4:282 Allah berfirman:
“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki
(di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang
lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai.”
QS At Taubah 9:71 Allah berfirman:
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar.”
QS An-Naml ayat 27:23-44 (kisah tentang dan pujian Allah
terhadap Ratu Balqis).
Hadits Nabi: “Wanita adalah saudara dari laki-laki.”
Hadits Nabi: “Allah mengizinkan kalian perempuan keluar rumah
untuk memenuhi kebutuhanmu.”
Aisyah memimpin tentara laki-laki dalam perang Jamal.
Umar bin Khattab mengangkat wanita bernama As-Syifa sebagai
akuntan pasar.
Hadits sahih riwayat Bukhari dari Abu Bakrah, Nabi bersabda:
“Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan kepemimpinannya
pada wanita.”
Teks hadits dari Abu Bakrah dan QS An Nisa 4:34 menjadi alasan
paling mendasar dari kalangan ulama yang mensyaratkan kepemimpinan
harus di tangan laki-laki dan menolak atas bolehnya peran wanita
menduduki posisi tersebut. Sedangkan kisah Ratu Balqis dalam
QS An-Naml 27:23-44, dan QS At Taubat 9:71 serta hadits “
“Wanita adalah saudara dari laki-laki.” menjadi argumen dasar
ulama yang membolehkan pemimpin perempuan.
* Hal Pandangan yang Mengharamkan Pemimpin Wanita
Pendapat yang mengharamkan kepala negara perempuan mendasarkan
argumennya terutama pada QS An Nisa 4:34 dan hadits dari Abu Bakrah
di atas. Dari kedua nash tersebut kalangan ahli fiqih salaf, termasuk
madzah empat berpendapat bahwa al-imam harus dipegang seorang laki-
laki dan tidak boleh diduduki seorang perempuan. Ibnu Katsir,
misalnya, dalam Tafsir Ibnu Katsir dalam menafsiri QS An-Nisa 4:34
menyatakan:
(Laki-laki adalah pemimpin wanita, karena laki-laki lebih utama
dari perempuan. Itulab sebabnya kenabian dikhususkan bagi laki-laki
begitu juga raja yang agung; begitu juga posisi jabatan hakim dan
lainnya, Ibnu Abbas berkata “Laki-laki pemimpin wanita” maksudnya
sebagai amir yang harus ditaati oleh wanita).
Ar-Razi dalam Tafsir Ar-Razi sependapat dengan pandangan Ibnu Katsir:
(Keutamaan laki-laki atas wanita timbul dari banyak sisi. Sebagian
berupa sifat-sifat faktual sedang sebagian yang lain berupa hukum
syariah seperti al-imamah as-kubro dan al-imamah as-sughro, jihad,
adzan, dan lain-lain).
Wahbah Zuhaili dalam Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu mengutip
ijmak-nya ulama bahwa salah satu syarat menjadi imam adalah
laki-laki (dzukuroh):
(Adapun laki-laki [sebagai syarat jabatan al-imam] karena beban
pekerjaan menuntut kemampuan besar yang umumnya tidak dapat ditanggung
wanita. Wanita juga tidak sanggup mengemban tanggung jawab yang timbul
atas jabatan ini dalam masa damai atau perang dan situasi berbahaya.
Nabi bersabda: ‘Tidak akan berjaya suatu kaum yang menyerahkan
kepemimpinannya pada wanita’ Oleh karena itu, ulama fiqih sepakat bahwa
jabatan Imam harus laki-laki). Tentu saja yang dimaksud al-imam di
sini adalah al-imam al-udzma atau al-khalifah al-ammah yang
mengepalai muslim dunia.
Namun, menurut Wahab Zuhaili, dalam masalah jabatan qadhi atau hakim,
terdapat perbedaan ulama fiqih apakah wajib laki-laki atau perempuan
juga boleh menempati posisi ini:
(Imam madzhab sepakat bahwa syarat bagi qadhi adalah berakal sehat,
baligh, merdeka, muslim, tidak tuli, tidak buta, tidak bisu. Mereka
berbeda pendapat dalam syarat adil dan laki-laki).
Ulama yang membolehkan wanita menduduki jabatan qadhi atau hakim
antara lain Abu Hanifah, Ibnu Hazm dan Ibnu Jarir at-Tabari. Ibnu
Rushd memerinci perbedaan pendapat ini dalam kitab Bidayatul Mujtahid:
(Ulama berbeda pendapat tentang disyaratkannya laki-laki sebagai
hakim. Jumhur mengatakan: ia menjadi syarat sahnya putusan hukum.
Abu Hanifah berkata: boleh wanita menjadi qadhi dalam masalah harta.
At-Tabari berkata: Wanita boleh menjadi hakim secara mutlak dalam
segala hal).
Sementara itu, kalangan ulama kontemporer yang mengharamkan kepemimpinan
wanita dipelopori oleh ulama Wahabi. Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
menyatakan dalam fatwanya bahwa wanita dilarang menduduki jabatan
tinggi apapun dalam pemerintahan:
(Kepemimpinan wanita untuk riasah ammah lil muslimin itu tidak
boleh. Quran, hadits dan ijmak sudah menunjukkan hal itu. Dalil
dari Al-Quran adalah QS An-Nisa 4:34. Hukum dalam ayat tersebut
mencakup kekuasaan laki-laki dan kepemimpinannya dalam keluarga.
Apalagi dalam wilayah publik… Adapun dalil hadits adalah sabda Nabi
“Suatu kaum tidak akan berjaya apabila diperintah oleh perempuan.”
Tidak diragukan lagi bahwa hadits ini menunjukkan haramnya kepemimpinan
perempuan pada otoritas umum atau otoritas kawasan khusus. Karena
semua itu memiliki sifat yang umum. Rasulullah telah menegasikan
kejayaan dalam suatu negara yang dipimpin perempuan).
Fatwa Bin Baz di atas tidak membedakan antara riasah ammah yakni
al-khilafah al-ammah dengan al-wilayah al-khassah. Juga, semua
posisi jabatan tinggi seperti hakim, menteri, gubernur, dan semua
posisi yang membawahi laki-laki haram hukumnya diduduki oleh perempuan.
* Hal Pandangan yang Membolehkan Pemimpin Wanita
Dr. Muhammad Sayid Thanthawi, Syaikh Al-Azhar dan Mufti Besar Mesir,
menyatakan bahwa kepemimpinan wanita dalam posisi jabatan apapun
tidak bertentangan dengan syariah. Baik sebagai kepala negara
(al-wilayah al-udzma) maupun posisi jabatan di bawahnya. Dalam
fatwanya yang dikutip majalah Ad-Din wal Hayat, Tantawi menegaskan:
(Wanita yang menduduki posisi jabatan kepala negara tidaklah
bertentangan dengan syariah karena Al-Quran memuji wanita yang
menempati posisi ini dalam sejumlah ayat tentang Ratu Balqis dari
Saba.
Dan bahwasanya apabila hal itu bertentangan dengan syariah, maka
niscaya Al-Quran akan menjelaskan hal tersebut dalam kisah ini.
Adapun tentang sabda Nabi bahwa “Suatu kaum tidak akan berjaya
apabila diperintah oleh wanita” Tantawi berkata: bahwa hadits ini
khusus untuk peristiwa tertentu yakni kerajaan Farsi dan Nabi
tidak menyebutnya secara umum. Oleh karena itu, maka wanita boleh
menduduki jabatan sebagai kepala negara, hakim, menteri, duta
besar, dan menjadi anggota lembaga legislatif. Hanya saja
perempuan tidak boleh menduduki jabatan Syaikh Al-Azhar karena
jabatan ini khusus bagi laki-laki saja karena ia berkewajiban
menjadi imam shalat yang secara syariah tidak boleh bagi
wanita).
Pendapat ini disetujui oleh Yusuf Qardhawi. Ia menegaskan bahwa
perempuan berhak menduduki jabatan kepala negara (riasah daulah),
mufti, anggota parlemen, hak memilih dan dipilih atau posisi
apapun dalam pemerintahan ataupun bekerja di sektor swasta karena
sikap Islam dalam soal ini jelas bahwa wanita itu memiliki kemampuan
sempurna (tamam al ahliyah).
Menurut Qaradawi tidak ada satupun nash Quran dan hadits yang
melarang wanita untuk menduduki jabatan apapun dalam pemerintahan.
Namun, ia mengingatkan bahwa wanita yang bekerja di luar rumah
harus mengikuti aturan yang telah ditentukan syariah seperti
a) tidak boleh ada khalwat (berduaan dalam ruangan tertutup)
dengan lawan jenis bukan mahram,
2) tidak boleh melupakan tugas utamanya sebagai seorang ibu
yang mendidik anak-anaknya, dan
3) harus tetap menjaga perilaku islami dalam berpakaian,
berkata, berperilaku, dan lain-lain.
Ali Jumah Muhammad Abdul Wahab, mufti Mesir saat ini[, termasuk
di antara ulama berpengaruh yang membolehkan wanita menjadi kepala
negara dan jabatan tinggi apapun seperti hakim, menteri, anggota
DPR, dan lain-lain. Namun, ia sepakat dengan Yusuf Qardhawi bahwa
kedudukan Al-Imamah Al-Udzma yang membawahi seluruh umat Islam
dunia harus dipegang oleh laki-laki karena salah satu tugasnya
adalah menjadi imam shalat.
Ali Jumah menyatakan bahwa kepemimpinan wanita dalam berbagai posisi
sudah sering terjadi dalam sejarah Islam. Tak kurang dari 90
perempuan yang pernah menjabat sebagai hakim dan kepala daerah
terutama di era Khilafah Utsmaniyah. Bagi Jumah, keputusan wanita
untuk menempati jabatan publik adalah keputusan pribadi antara
dirinya dan suaminya.
* Hal Syarat Perempuan Bekerja di Luar Rumah
Bolehnya perempuan menduduki posisi penting di lembaga pemerintahan
dari kepala negara sampai ketua RT– maupun di sektor swasta bukan
tanpa syarat. Islam membuat aturan-aturan yang harus ditaati atas
setiap langkah yang dilakukan oleh setiap muslim dan muslimah.
Dalam hal ini, Qardawi menyatakan ada tiga syarat yang harus
dipenuhi wanita yang bekerja di luar rumah:
(Pertama, pekerjaan itu tidak dilarang syariah. Wanita tidak boleh
melakukan pekerjaan yang dilarang syariah sebagaimana hal itu
tidak boleh bagi laki-laki. Akan tetapi ada juga jenis pekerjaan
yang boleh bagi laki-laki tapi tidak boleh bagi perempuan. Misalnya,
wanita tidak boleh menjadi penari, atau sekretaris pribadi bagi
laki-laki yang berada di dalam kamar tertutup. Karena wanita yang
khalwat [berduaan dalam ruangan tertutup] dengan lelaki lain tanpa
ditemani suami atau mahram adalah haram secara pasti menurut
ijmak ulama.
Kedua, pekerjaan yang dilakukan hendaknya tidak meniadakan tugas
wanita yang utama yaitu sebagai istri dengan melaksanakan hak-hak
rumah tangga dan sebagai ibu dalam memenuhi hak-hak anak.
Sekiranya pekerjaan tersebut akan mengganggu tugas-tugas utamanya,
maka itu tidak bisa diterima.
Ketiga, berpegang teguh pada etika Islam. Seperti tata cara keluar
rumah, berpakaian, berjalan, berbicara, dan menjaga gerak-geriknya.
Oleh karena itu, wanita tidak boleh keluar tanpa mengenakan busana
muslim, atau memakai parfum supaya wanginya tercium laki-laki.
Dan tidak boleh berjalan dengan gaya jalan seperti yang digambarkan
Allah dalam QS An-Nur 24:31
“Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan.” Sebagaimana tidak
dibolehkan berbicara kecuali untuk kebaikan seperti disebut
dalam QS Al-Ahzab 33:32
“Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeingi
nanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah
perkataan yang baik.
”Inilah etika prinsip yang harus dijaga oleh wanita yang
bekerja di luar rumah.)
Kesimpulan
Terdapat kesepakatan ulama fiqih (ijmak) dari keempat madzhab dan
lainnya, salaf dan kontemporer, bahwa perempuan tidak boleh menduduki
jabatan al-khilafah al-ammah atau al-imamah al-udzma. Namun, ada
perbedaan pandangan tentang definisi kedua istilah ini. Mayoritas
memaknai kata al-khilafah al-ammah atau al-imamah al-udzma sebagai
kepala negara yang membawahi wilayah Islam di seluruh dunia seperti
yang terjadi pada zaman empat khalifah pertama (khulafaur rasyidin),
masa khilafah Abbasiyah dan Umayyah. Ulama fiqih klasik umumnya juga
tidak membolehkan perempuan menjadi hakim, kecuali Abu Hanifah,
Ibnu Hazm dan Ibnu Jarir At-Tabari yang membolehkan wanita menduduki
posisi apapun.
Pandangan ketiga ulama terakhir ini menjadi salah satu alasan
ulama kontemporer atas bolehnya wanita menjabat posisi apapun
asal memenuhi syarat.
Bagi kalangan yang mengharamkan kepala negara wanita, setiap negara
muslim saat ini termasuk dalam kategori al-wilayah al-ammah yang
pemimpinnya disebut al-imamah al-udzma. Oleh karena itu, perempuan
tidak boleh menduduki posisi ini. Bagi ulama yang membolehkan,
seperti Tantawi, Yusuf Qardawi dan Ali Jumah, masing-masing
negara yang ada saat ini adalah salah satu bagian wilayah
alias al-wilayah al-khassah bukan al-wilayah al-ammah dan
karena itu boleh dipimpin oleh perempuan termasuk posisi jabatan
lain yang berada di bawahnya seperti hakim, menteri, gubernur,
DPR, dan lain-lain.
Di antara kedua pendapat di atas, ada pandangan yang ekstrim yang
menyatakan bahwa perempuan tidak boleh menduduki posisi jabatan
apapun yang membawahi laki-laki dengan argumen QS An-Nisa 4:34
dan hadits Abu Bakrah. Pendapat ini berasal dari ulama Wahabi
Arab Saudi dan didukung oleh hampir semua kalangan yang pro
dengan mereka.
Sumber :
http://www.fatihsyuhud.net/2013/11/pemimpin-wanita-dalam-islam/#sthash.Qhq8ftDq.dpuf
http://www.fatihsyuhud.net/2013/11/pemimpin-wanita-dalam-islam/
____________
Penutup
____________
Bisa jadi anda pembaca blog gelerimsad Sipirok Mashali mengalami
kesulitan dalam memtuskan apakah harus berkata setuju atau tidak
setuju wanita jadi Presiden RI 2012.
Jika memang demikian, maka penulis memudahkannya :
1. Katakan setuju, dengan dasar :
- Hadits Nabi: “Wanita adalah saudara dari laki-laki.”
- Hadits Nabi: “Allah mengizinkan kalian perempuan keluar rumah
untuk memenuhi kebutuhanmu.”
2. Katakan tidak setuju dengan dasar :
- QS An Nisa 4:34 Allah berfirman “Kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),…”
- QS Al Ahzab 33:33 Allah berfirman:
“dan hendaklah kamu (perempuan) tetap di rumahmu dan janganlah
kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah
yang dahulu.”
- Hadits sahih riwayat Bukhari dari Abu Bakrah, Nabi bersabda:
“Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan kepemimpinannya
pada wanita.”
Demikian yang dapat disajikan lewat blog ini, semoga dapat menambah
wawasan keagamaan kita. Dan perlu sama-sama kita ketahui dan sadari
bahwa, "Negara kita bukanlah negara yang berdasarkan Firman dan
Hadist tapi berdasarkan UUD 45 dan Pancasila".
Karena itu akan sangat bijaksana pengetahuan keagamaan kita menjadi
alat kontrol dalam pemilihan Presiden RI 2014 yang memang aturan
mainnya telah ditetapkan oleh Negara RI lewat lembaganya.
Begitupun...!
Sodapnya beragama Islam ini, kaum muslimin muslimat setuju atau tidak
wanita jadi pemimpin, namun agama tetap menghendaki agar kita semua
menyayangi perempuan, karena prempuan itu adalah ibu, ummmi anda.
Wassalamu'alaikumwarahmatullahiwabarakatuh...!
____________________________________________________________________
Cat :
No comments:
Post a Comment