Friday, July 25, 2014

Memaknai 5 makna : Makna Idul Fitri 1435 H

#SELAMAT MALAM PARA KAUM MUSLIMIN MUSLIMAT#
(Menyimak info sekitar makna Idul Fitri dan seluk beluknya,
sekaligus memanjatkan do'a Idul Fitri pun menikmati lagu Qasidah
"Hari Rayo" dari Anni M. Srg - Kurnia Musik)
____________________________________________________________











________________

Kata Pengantar
________________

Assalamu'alaikumwarahmatullahiwabarakatuh...!

Seperti kita ketahui, beberapa hari kedepan kita akan memasuki bulan
yang sama kita ketahui adalah bulan Syawal 1435 H. Bulan dimana para
ummat muslim dunia akan merayakan sebagai bulan penuh hikmak setelah
melewati Ramdhan sebagai pulan puasaunya ummat Islam.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis galeri MSAD Sipirok
Mashali akan menyajikan info yang berhubungan dengan Makna Idul Fitri,
macam seluk beluk Idul Fitri tingkat Dunia, pembacaan do'a pun
menkimati musik "Hari Rayo" dari Anni M. Srg.

Selamat menyimak...!

_________________________

5 Hikmah Idul Fitri
_________________________

IDUL FITRI selalu hadir sebagai penutup ibadah puasa Ramadhan setiap tahun.
Sudah barang tentu kita semua bersama seluruh kaum muslimin senantiasa
menyambut dan merayakannya dengan rasa penuh kegembiraan, keceriaan,
kebahagiaan dan kesuka citaan. Namun yang perlu menjadi pertanyaan adalah:
sudah benarkah sikap dan cara kita selama ini dalam memaknai, menyambut
dan merayakan Idul Fitri? Ini yang harus selalu menjadi bahan renungan
dan muhasabah (introspeksi atau evaluasi diri) kita setiap saat, khususnya
setiap kali kita berjumpa dengan Idul Fitri seperti hari ini.

Mari kita tengok sejenak beragam pemaknaan dan penyikapan yang ada di
masyarakat kita terhadap hari raya idul fitri ini. Diantara masyarakat ada
yang memelesetkan idul fitri yang juga biasa disebut hari lebaran menjadi 
hari bubaran dengan arti: bubar puasanya, bubar pula ke masjidnya, bubar
baca Qur’annya, dan seterusnya dan seterusnya. Artinya bubar Ramadhan-nya
berarti bubar pula ketaatannya (?).

Sementara itu banyak kalangan yang memaknai dan memahami hari raya lebaran
ini hampir hanya sebagai hari yang identik dengan segala yang serba baru dan
anyar; baju baru, celana baru, jilbab baru, dan lain-lain yang serba baru.
Bahkan ada juga sebagian masyarakat kita yang tidak memahami hari raya Idul
Fitri melainkan sekadar sebagai ajang pesta kembang api dan ‘perang’ petasan!
Meskipun yang disebutkan terakhir ini sudah sangat berkurang sekarang jika
dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu.

Sebagaimana, berdasarkan fakta dan realita kebiasaan masyarakat kita, selama
ini telah terbangun opini publik yang rasanya sangat sulit untuk diubah, yakni
bahwa hari idul fitri itu sama dengan hari mudik dan pulang kampung massal
untuk berkumpul dengan keluarga dan handai tolan. Tapi disini, tentu bukan
mangan gak mangan ngumpul, tapi justru ngumpul-ngumpul untuk mangan-mangan,
karena pada hari raya hampir bisa dipastikan di setiap rumah keluarga muslim
makanan dan jajanan selalu banyak dan bermacam ragam.

Disamping itu telah terbentuk pula kebiasaan yang sudah merata di masyarakat
kita bahwa, hari idul fitri adalah hari salam salaman, hari maaf maafan,
hari saling beranjang sana dan bersilaturrahim antar keluarga, kerabat,
handai tolan, tetangga dan sahabat.

Itu adalah sekelumit gambaran tentang beragam pemaknaan, penyikapan dan
fenomena seputar hari raya idul fitri di masyarakat kita. Tentu masih banyak
lagi yang lainnya. Dan tentu saja bukan berarti itu semua salah. Sebagiannya
adalah benar, baik, positif dan justru merupakan salah satu sunnah hasanah
(kebiasaan baik) yang harus tetap dipertahankan, seperti kebiasaan silaturrahim
itu misalnya. Namun jika yang kita pahami dan dapatkan dari idul fitri yang
merupakan penutup dan sekaligus pelengkap ibadah Ramadhan, hanyalah yang seperti
itu saja, tentu sangat tidak tepat.

Karena Idul Fitri dan Idul Adha adalah dua hari raya dalam Islam yang ditetapkan
langsung oleh Allah sebagai pengganti hari-hari raya yang pernah dikenal oleh
masyarakat Arab sebelum Islam datang.

Dari Anas dia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tiba di Madinah,
sedangkan penduduknya memiliki dua hari khusus yang mereka rayakan dengan
permainan, maka beliau bersabda: “Apakah maksud dari dua hari ini?” mereka
menjawab; “Kami biasa merayakan keduanya dengan permainan semasa masih Jahiliyah.
” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Sesungguhnya Allah telah 
menggantikan untuk kalian yang lebih baik dari kedua hari tersebut, yaitu hari 
(raya) kurban (Iedul Adha) dan hari raya Iedul fithri.” 
(HR. Abu Dawud, An-Nasaa-i, Ahmad dan Ibnu Hibban ).

Dan kedua hari raya Islam tersebut dikaitkan dan digandengkan dengan dua rukun
utama ajaran Islam yakni: puasa Ramadhan dan  haji ke Baitullah di Tanah Suci
Mekkah. Maka Idul Fitri dengan demikian – sebagaimana Idul Adha – adalah
merupakan salah satu diantara hari-hari dan syi’ar-syi’ar Allah yang harus
kita sambut dan rayakan dengan sikap penuh rasa ibadah, pemuliaan dan pengagungan –
dalam batas-batas koridor syar’i – sebagai bukti ketaqwaan hati kita. Allah Ta’ala
berfirman

”Begitulah, dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah maka sesungguhnya 
itu termasuk (bukti) ketaqwaan hati” (QS Al-Hajj : 32).

Nah, sebagai salah satu syi’ar Allah yang istimewa, tentu saja idul fitri memiliki
muatan makna dan kandungan hikmah yang banyak dan istimewa pula, dan yang sangat
kita butuhkan sebagai bekal utama dalam perjalanan hidup kita selanjutnya pasca
Ramadhan.

Dan dalam kesempatan khutbah kali ini, saya ingin mengajak para jamaah dan seluruh
kaum muslimin dan muslimat untuk mentadabburi dan merenungkan tentang beberapa
hikmah besar di balik momentum syi’ar hari raya idul fitri ini.

* Hikmah Kegembiraan dan Kesyukuran

Hikmah pertama yang sangat menonjol dari momen idul fitri adalah hikmah
kegembiraan dan kesyukuran. Ya, semua kita bergembira dan bersuka ria saat
menyambut Idul Fitri seperti sekarang ini. Dan memang dibenarkan bahkan
disunnahkan kita bergembira, berbahagia dan bersuka cita pada hari ini.
Karena makna dari kata ‘ied itu sendiri adalah hari raya, hari perayaan,
hari yang dirayakan. Dan perayaan tentu identik dengan kegembiraan dan
kebahagiaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah
menegaskan itu dalam hadits shahihnya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap amal anak Adam dilipatgandakan pahalanya.
Satu macam kebaikan diberi pahala sepuluh hingga tujuh ratus kali. Allah ‘azza
wajalla berfirman; ‘Selain puasa, karena puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku-lah
yang langsung akan memberinya pahala. Sebab, ia telah meninggalkan nafsu syahwat
dan nafsu makannya karena-Ku.’ Dan bagi orang yang berpuasa ada dua momen
kegembiraan: kebahagiaan ketika ia berbuka (baca: berhari raya fitri), dan
kegembiraan lain ketika ia bertemu dengan Rabb-Nya. Sesungguhnya bau mulut 
orang yang berpuasa itu lebih wangi di sisi Allah daripada aroma kesturi.”
(HR. Muttafaq ’alaih).

Tapi yang perlu menjadi perenungan, introspeksi dan pertanyaan kita adalah:
kegembiraan seperti apakah yang harus kita miliki dan tunjukkan pada hari
raya fitri seperti saat ini? Dan jawabannya bahwa, kegembiraan yang harus
kita miliki dan rasakan haruslah merupakan kegembiraan syukur  kepada Allah
yang telah mengkaruniakan taufiq kepada kita untuk bisa mengoptimalkan
pengistimewaan Ramadhan dengan amal-amal yang serba istimewa, dalam rangka
menggapai taqwa yang istimewa. Dan bukan kegembiraan lainnya misalnya yang
muncul karena merasa telah lepas dari Ramadhan yang disikapi sebagai bulan
beban yang serba memberatkan, mengekang dan membelenggu!

Itulah kebembiraan kita sebagai orang beriman: gembira karena ketaatan,
kebaikan dan kesalehan. Dan bukan gembira karena sebaliknya, karena
kemaksiatan, keburukan dan kejahatan. Seperti yang terjadi di zaman
modern seperti sekarang ini, dimana banyak orang yang justru gembira dan
bangga dengan kemaksiatan dan penyimpangannya. Dalam sebuah riwayat hadits
disebutkan bahwa,

”Barangsiapa bersenang hati dengan amal kebaikannya, dan bersedih 
hati dengan keburukan yang diperbuatnya, maka berarti dia orang beriman” 
(HSR Ath-Thabrani).

Begitu pula kegembiraan orang beriman adalah kegembiraan karena syukur
atas berbagai kenikmatan Allah yang tak terhitung. Seperti firman-Nya
yang artinya):

“Dan jika kamu mau menghitung nikmat-nikmat Allah, niscaya kamu tidak 
akan mampu menghitungnya” (QS. Ibrahim [14]: 34; QS. An-Nahl [16]: 18).

Dan nikmat yang paling utama tentulah nikmat hidayah, nikmat keimanan,
nikmat keislaman dan nikmat ketaatan.

* Hikmah Ketauhidan, Keimanan dan Ketaqwaan

Dalam menyambut ‘Iedul Fithri, disunnahkan bagi kita untuk banyak
mengumandangkan takbir, tahlil, tasbih dan tahmid sebagai bentuk
penegasan dan pembaharuan deklarasi iman dan tauhid. Itu berarti
bahwa identitas iman dan tauhid harus selalu kita perbaharui dan kita
tunjukkan, termasuk dalam momen-momen kegembiraan dan perayaan, dimana
biasanya justru kebanyakan orang lalai dari berdzikir dan mengingat Allah.

“… dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya (puasa Ramadhan), dan 
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas hidayah-Nya yang diberikan kepadamu, 
dan supaya kamu (lebih) bersyukur” (QS. Al-Baqarah: 185).

Seperti juga yang diperintahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, saat memperoleh karunia kenikmatan puncak yang telah diidam-
idamkan selama bertahun-tahun oleh beliau dan para sahabat, berupa
kemenangan dakwah Islam yang gilang gemilang, penaklukkan kota Mekkah
dan berbondong-bondongnya masyarakat Jazirah Arab dalam memeluk Islam.
Dimana dalam rangka mensyukuri dan merayakan kemenangan puncak itu, beliau
justru diperintahkan untuk bertasbih, bertahmid dan beristighfar.

“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (penaklukan Mekkah).
Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, Maka
(sebagai bentuk syukur) bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan beristighfarlah
kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat” (QS. An-Nashr: 1-3).

Nah jika kita tetap banyak bertakbir, bertasbih, bertahmid dan bertahlil
serta berdzikir mengagungkan Allah, pada momen kemenangan, keberhasilan,
kegembiraan dan perayaan – yang biasanya melalaikan – maka harapannya,
pada momen-momen dan kesempatan-kesempatan lain, insyaa-allah akan lebih
mudah lagi bagi kita untuk bisa menjaga dan melakukan itu semua.

Maka ma’asyiral muslimin, setelah ditempa dan ditarbiyah di bulan keimanan,
dan dengan bekal taqwa lebih istimewa yang telah kita raih darinya,
marilah dalam perjalanan hidup selanjutnya, kita jaga, kita buktikan
dan kita tunjukkan selalu identitas keimanan, keislaman, ketaqwaan dan
kedekatan kita dengan Allah ‘Azza wa Jalla.

Karena itulah bukti bahwa, kita telah berhasil dan sakses dalam menjalani
ibadah puasa beserta seluruh rangkaian amal ibadah yang menyertainya
selama bulan Ramadhan. Bukankah tujuan dan goal utama dari ibadah
Ramadhan adalah untuk mendapatkan ijazah taqwa ?

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana 
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu (lebih) bertakwa” 
(QS. Al-Baqarah: 183).

Oleh karena itu, selepas Ramadhan ini, dan pada momen iedul fitri ini,
kita harus terlahir kembali menjadi pribadi-pribadi muslim dan muslimah
baru yang lebih murni tauhidnya, lebih indah imannya, dan lebih istimewa
taqwanya, bagi kehidupan yang lebih islami dan lebih baik, dalam diri
pribadi, dalam keluarga, dalam masyarakat, bangsa dan negara.

* Hikmah Kefitrahan

Biasa juga dikatakan bahwa, dengan hadirnya Iedul fitri berarti kita kaum
muslimin kembali kepada fitrah, kembali kepada kesucian. Dan itu benar.
Karena jika benar-benar dioptimalkan, maka Ramadhan dengan segala amaliah
istimewanya adalah salah satu momentum terbaik bagi peleburan dosa dan
penghapusan noda yang mengotori hati dan jiwa kita serta membebani diri
kita selama ini.

Dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan mengharap pahala (dan ridha Allah), 
maka niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR. Muttafaq ‘alaih).

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa melakukan qiyamullail pada bulan Ramadlan karena iman dan
mengharap pahala (dan ridha Allah), maka niscaya diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu”. (HR. Muttafaq ‘alaih).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Barangsiapa yang melakukan qiyamullail pada (malam) lailatul qadar
(mengisi dengan ibadah) karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala
(hanya dari-Nya) maka niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu… “
(HR. Muttafaq ‘alaih).

Nah setelah kebersihan diri, kesucian jiwa dan kefitran hati itu kita dapatkan
kembali, sehingga kita menjadi bak bayi suci yang baru dilahirkan ibunya,
atau ibarat lembar kertas putih nan bersih, marilah pada hari raya fitri ini
kita tuluskan niat, bulatkan tekad dan kuatkan semangat untuk menjaga kebersihan,
kesucian dan kefitrahan itu seterusnya dalam hidup kita. Sehingga sebisa
mungkin jangan lagi kembali kepada dosa-dosa yang akan membuat noda-noda baru.
Semoga Allah selalu memberikan kekuatan, taufiq dan hidayah-Nya kepada kita
semua. Aamiin.

* Hikmah Kepedulian

Islam adalah agama peduli. Oleh karenanya uammatnyapun adalah ummat peduli.
Dan sifat serta karakter kepedulian itu begitu tampak nyata dan terbukti
secara mencolok selama bulan mulia yang baru saja berlalu. Dimana semangat
berbagi dan spirit memberi melaui sunnah berinfak dan bersedekah serta
kewajiban berzakat, begitu indah menghiasi hari-hari penuh peduli sepanjang
bulan Ramadhan. Dan itu semua tidak lain dalam rangka meniru dan mencontoh
keteladanan terbaik dari Baginda Rasul tercinta shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dari Ibnu ‘Abbas berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
adalah manusia yang paling dermawan, lebih-lebih pada bulan Ramadan ketika
malaikat Jibril ‘alaihis salam menemuinya, dan adalah Jibril ‘alaihis salam
mendatanginya setiap malam di bulan Ramadlan, untuk bertadarus Al Qur’an
dengan beliau. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jauh lebih
dermawan dengan kebajikan daripada angin yang bertiup (HR. Muttafaq ‘alaih).

Dan kewajiban kita sekarang, di hari fitri ini, adalah menjaga keistiqamahan
dengan melanjutkan semangat berbagi dan karakter memberi sebagai bukti
taqwa ini, pasca Ramadhan pada hari-hari kehidupan kita selanjutnya.

Karena bukankan kita berbagi adalah dengan saudara-saudara kita yang
membutuhkan? Bukankah kita memberi adalah untuk mereka-mereka yang menunggu
uluran tangan? Bukankah kita berinfak, bersedekah dan berzakat, disamping
untuk melaksanakan sunnah dan menunaikan kewajiban, adalah untuk menutup
kebutuhan ummat dan memenuhi kemaslahatan Islam?

Nah jika pasca Ramadhan kita berhenti berbagi dan memberi, apakah berarti
bahwa, semua yang membutuhkan kepedulian kita itu hanya ada di bulan
Ramadhan, dan langsung hilang tanpa sisa begitu bulan suci berakhir?

Tentu saja tidak! Maka mari kita jaga dan pertahankan hikmah kepedulian ini,
sebagai bukti taqwa dan sekaligus wujud syukur yang telah kita raih melalui
seluruh amaliah Ramadhan yang baru saja berlalu.

* Hikmah Kebersamaan dan Persatuan

Selama Ramadhan, suasana dan nuansa kebersamaan serta persatuan ummat
begitu kental, begitu terasa dan begitu indah. Mengawali puasa bersama-sama
(seharusnya dan sewajibnya), bertarawih bersama (disamping jamaah shalat
lima waktu juga lebih banyak selama Ramadhan), bertadarus bersama, berbuka
bersama, beri’tikaf bersama, berzakat fitrah bersama, dan beriedul fitri
bersama (semestinya!).

Dan hal itu karena memang ibadah dan amaliah Ramadhan serta ‘Iedul Fithri 
adalah bersifat jama’iyah, kolektif, dan serba bersama-sama. Tidak bisa dan
tidak boleh sendiri-sendiri.

Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
” Berpuasa itu adalah pada hari dimana kalian semua berpuasa (secara bersama-
sama), dan beriedul fitri itu adalah pada hari dimana kalian semua beeiedul
fitri (secara bersama-sama), demikian juga dengan Iedul Adlha, yaitu pada
hari dimana kalian semuanya beriedul adha (secara bersama-sama).”
(HR Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah; dishahihkan oleh Ahmad Syakir dan
Al-Albani.

Imam Abu ‘Isa At-Tirmidzi berkata: sebagian ulama menafsirkan hadits ini
bahwa maksudnya, sesungguhnya shaum dan iedul fitri (dan juga iedul adha – pen.)
itu (harus) bersama jama’ah dan mayoritas ummat manusia (ummat Islam).

Oleh karena itu kita semua patut bergembira dan bersyukur setiap kali bisa
memulai puasa Ramadhan secara serempak, berbareng dan bersama-sama, tanpa
ada perbedaan dan perselisihan yang berarti ( kecuali dari beberapa kelompok
kecil Ummat yang tetap “istiqamah” dengan pilihan “madzhab” uniknya masing-
masing). Begitu pula dalam berbahagia menyambut dan merayakan ‘Iedul Fitri
atau ‘Iedul Adha, saat terjadi secara serempak. Dimana nuansa kebersamaan
dan persatuan terasa begitu indah. Suasana kegembiraan dan rasa kebahagianpun
tampak demikian total dan seakan sempurna. Dan itulah memang esensi dan
hakekat makna berhari raya dan beriedul fitri.

Meskipun sebenarnya masih ada saja yang mengganjal dan terasa kurang plong.
Yakni karena terjadinya kebersamaan dan kesamaan dalam penetapan awal Ramadhan
dan atau ‘Iedul Fitri serta ‘Iedul Adha khusus di negeri ini sampai detik ini,
masih bersifat by accident (baca: by ketepatan dan kebetulan, dimana secara
ketepatan dan kebetulan, baik penganut madzhab hisab maupun rukyah sama-sama
menetapkan keputusan yang sama.), dan belum bersifat by design
(baca: by kesepakatan antar seluruh atau mayoritas kaum muslimin bersama
Pemerintah berdasarkan pola dan kaidah penyatuan tertentu). Padahal kondisi
terakhir inilah yang wajib terjadi, dan yang selama ini masih selalu sangat
kita harap-harap, tunggu-tunggu dan angan-angankan.

Karena sebelum tercapainya sebuah pola kesepakatan tertentu itu, berdasarkan
fikih toleransi dan kompromi disamping tentu keluasan wawasan, kelapangan dada,
kedewasaan sikap dan semangat penyatuan,  maka perbedaan dan perselisihan –
di tataran penerapan – masih selalu saja sangat mungkin terjadi sewaktu-waktu,
ketika hilal berada pada posisi yang “tidak aman”. Sehingga terjadinya
perbedaan dan perselisihan itupun akan selalu terulang lagi dan lagi. Dan,
akibatnya, dengan perselisihan yang belum mampu ditoleransikan dan dikompromikan
itu, ibadah-ibadah yang semestinya menjadi syi’ar ukhuwah, kebersamaan dan
persatuan kaum muslimin tersebut, justru bisa berubah menjadi simbol ananiyah
(egoisme), ‘ashabiyah (fanatisme) dan perpecahan antar kelompok-kelompok Umat.

Maka marilah hikmah kebersamaan dan persatuan yang menjadi salah satu ruh
ibadah Ramadhan dan esensi iedul fitri ini, kita jaga, pertahankan dan
tingkatkan terus, sehingga benar-benar menjadi karakter tetap diri kita sebagai
kaum mukminin yang senantiasa bersaudara secara harmonis dan mesra.

”Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah 
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan bertakwalah kepada 
Allah, supaya kamu mendapat rahmat” (QS. Al-Hujuraat: 10).

Dan tentu kita semua tahu dan sadar bahwa, persaudaraan, kebersamaan serta
persatuan adalah bagian terpenting dari pilar kekuatan dan kekokohan ummat
Islam, yang wajib terus menjadi idealita dan cita-cita setiap kita untuk
direalisir dan diwujudkan.
_________________________________________________________

Sekilas Ibadah dan tradisi pada Idul Fitri di Nusantara
_________________________________________________________

Pada tanggal 1 syawal mulai berakhirnya puasa pada bulan Ramadan,
kemudian merayakan Idul Fitri. Awal pagi hari selalu dilaksanakan
Salat Idul Fitri (Salat Ied), disunnahkan melaksanakan salat Ied
di tanah lapang atau bahkan jalan raya (terutama di kota besar)
apabila area ibadahnya tidak cukup menampung jamaah.

Sebelum salat ied di lakukan imam mengingatkan siapa yang belum
membayar zakat fitrah, sebab kalau selesai salat ied baru membayar
zakatnya hukum nya sedekah biasa bukan zakat.

Adapun hukum dari Salat Idul Fitri ini adalah sunnah mu'akkad.
Di malam sebelum dan sesudah hari raya, umat muslim disunnahkan
mengumandangkan takbir. Adapun kalimat takbir adalah sebagai berikut:

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar
la ilaha illa Allah
Tidak ada Tuhan selain Allah
Allahu akbar, Allahu akbar
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar
wa li-illahi al-hamd
Segala puji hanya bagi Allah

Takbir mulai dikumandangkan setelah bulan Syawal dimulai. Selain
menunaikan Salat Sunnah Idul Fitri, kaum muslimin juga harus
membayar zakat fitrah sebanyak 2,5 kilogram bahan pangan pokok.

Tujuan dari zakat fitrah sendiri adalah untuk memberi kebahagiaan
pada kaum fakir miskin. Kemudian, Khutbah diberikan setelah Salat
Idul Fitri berlangsung, dan dilanjutkan dengan do'a. Setelah itu,
kaum muslimin di Indonesia memiliki tradisi saling bermaaf-maafan,
terkadang beberapa orang akan berziarah mengunjungi kuburan.
___________________________________

Do'a atau ucapan pada Idul Fitri
___________________________________

Di Indonesia sering mengucapkan doa Minal 'Aidin wal-Faizin,
sebenarnya itu adalah tradisi masyarakat Asia Tenggara.
Menurut sebagian besar ulama ucapan tersebut ditidaklah
berdasar dari ucapan dari Nabi Muhammad.

Perkataan ini mulanya berasal dari seorang penyair di masa
Al-Andalus, yang bernama Shafiyuddin Al-Huli, ketika dia
membawakan syair yang konteksnya mengkisahkan dendang wanita
di hari raya.

Adapun ucapan yang disunnahkan olehnya adalah Taqabbalallahu
minna wa minkum ("Semoga Allah menerima amal kami dan kalian")
atau Taqabbalallahu minna waminkum wa ahalahullahu ‘alaik
("Semoga Allah menerima (amalan) dari kami dan darimu sekalian
dan semoga Allah menyempurnakannya atasmu" dan semisalnya.”)
dan semisalnya.

___________________________________________________

Sekilas Idul Fitri di berbagai wilayah Dunia
___________________________________________________



















Hidangan ketupat yang biasa disajikan dalam Hari Raya Idul Fitri

Umat Islam di Indonesia menjadikan Idul Fitri sebagai hari raya utama,
momen untuk berkumpul kembali bersama keluarga, apalagi keluarga yang
karena suatu alasan, misalnya pekerjaan atau pernikahan, harus berpisah.
Mulai dua minggu sebelum Idul Fitri, umat Islam di Indonesia mulai
sibuk memikirkan perayaan hari raya ini, yang paling utama adalah
Mudik atau Pulang Kampung, sehingga pemerintah pun memfasilitasi dengan
memperbaiki jalan-jalan yang dilalui. Hari Raya Idul Fitri di Indonesia
diperingati sebagai hari libur nasional, yang diperingati oleh sebagian
besar masyarakat Indonesia yang memang mayoritas Muslim.

Biasanya, penetapan Idul Fitri ditentukan oleh pemerintah, namun beberapa
ormas Islam menetapkannya berbeda. Idul Fitri di Indonesia disebut dengan
Lebaran, dimana sebagian besar masyarakat pulang kampung (mudik) untuk
merayakannya bersama keluarga. Selama perayaan, berbagai hidangan disajikan.
Hidangan yang paling populer dalam perayaan Idul Fitri di Indonesia adalah
ketupat, yang memang sangat familiar di Indonesia, Malaysia, Brunei, dan
Singapura. Bagi anak-anak, biasanya para orang tua memberikan uang raya
kepada mereka. Selama perayaan, biasanya masyarakat berkunjung ke rumah-
rumah tetangga ataupun saudaranya untuk bersilaturahmi, yang dikenal dengan
"halal bi-halal", memohon maaf dan keampunan kepada mereka.

Beberapa pejabat negara juga mengadakan open house bagi masyarakat yang
ingin bersilaturahmi.

* Di Malaysia, Singapura, dan Brunei,

Idul Fitri dikenal juga dengan sebutan Hari Raya Puasa, Hari
Raya Aidilfitri atau Hari Raya Fitrah. Masyarakat di Malaysia
dan Singapura turut merayakannya bersama masyarakat Muslim
diseluruh dunia. Seperti di Indonesia, malam sebelum perayaan
selalu diteriakkan takbir di masjid ataupun mushala, yang mengungkapkan
kemenangan dan kebesaran Allah, tuhan umat Islam. Diperkampungan,
biasanya banyak masyarakat yang menghidupkan pelita atau panjut, atau
obor di Indonesia. Banyak bank, perkantoran swasta ataupun pemerintahan
yang tutup selama perayaan Idul Fitri hingga akhir minggu perayaan.
Masyarakat di sini biasanya saling mengucapkan "Selamat Hari Raya"
atau "Salam Aidil Fitri" dan "Maaf zahir dan batin" sebagai ungkapan
permohonan maaf kepada sesama. Di Malaysia juga ada tradisi balik
kampung, atau mudik di Indonesia. Di sini juga ada tradisi pemberian
uang oleh para orang tua kepada anak-anak, yang dikenal dengan sebutan
duit raya.

* Di Filipina

Umat Muslim adalah minoritas di Filipina, sehingga sebagian
besar masyarakat tidak begitu familiar dengan perayaan ini.
Namun, perayaan Idul Fitri sudah diatur sebagai hari libur
nasional oleh pemerintah dalam Republic Act No. 9177 dan
berlaku sejak 13 November 2002.


* Di Bangladesh, India, dan Pakistan, 






















Malam sebelum Idul Fitri disebut Chand Raat, atau malam bulan.
Orang-orang mengunjungi berbagai bazar dan mal untuk berbelanja,
dengan keluarga dan anak-anak mereka. Para perempuan, terutama
yang muda, seringkali satu sama lain mengecat tangan mereka
dengan bahan tradisional hennadan serta memakai rantai yang
warna-warni.

Cara yang paling populer di Asia Selatan selama perayaan Idul
Fitri adalah dengan mengucapkan Eid Mubarak kepada yang lain.
Anak-anak didorong untuk menyambut para orang tua. di dalam
penyambutan ini, mereka juga berharap untuk memperoleh uang,
yang disebut Eidi, dari para orang tua.

Di pagi Idul Fitri, setelah mandi dan bersih, setiap Muslim
didorong untuk menggunakan pakaian baru, bila mereka bisa
mengusahakannya. Sebagai alternatif, mereka boleh menggunakan
pakaian yang bersih, yang telah dicuci. Orang tua dan anak
laki-laki pergi ke masjid atau lapangan terbuka, tradisi ini
disebut Eidgah, salat Ied, berterimakasih kepada Allah karena
diberi kesempatan beribadah di bulan Ramadan dengan penuh arti.

Setiap Muslim diwajibkan untuk membayar Zakat Fitri atau Zakat
Fitrah kepada fakir miskin, sehingga mereka dapat juga turut
merayakan hari kemenangan ini.

Setelah salat, perkumpulan itu dibubarkan dan setiap Muslim saling
bertamu dan menyambut satu sama lain termasuk anggota keluarga,
anak-anak, orang tua, teman dan tetangga mereka.

Sebagian Muslim juga berziarah ke makam anggota keluarga mereka
untuk berdoa bagi keselamatan almarhum. Biasanya, anak-anak
mengunjungi sanak keluarga dan tetangga yang lebih tua untuk
meminta maaf dan mengucapkan salam.

Setelah bertemu dengan teman dan sanak keluarganya, banyak orang
yang pergi ke pesta-pesta, karnaval, dan perayaan khusus di
taman-taman (dengan bertamasya, kembang api, mercon, dan lain-lain).
Di Bangladesh, India, dan Pakistan, banyak dilakukan bazar, sebagai
puncak Idul Fitri. Sebagian Muslim juga memanfaatkan perayaan ini
untuk mendistribusikan zakat mal, zakat atas kekayaannya, kepada
orang-orang miskin.

Dengan cara ini, umat Muslim di Asia Selatan merayakan Idul Fitri
dalam suasana yang meriah, sebagai ungkapan terima kasih kepada Allah,
dan mengajak keluarga mereka, teman, dan para fakir miskin, sebagai
rasa kebersamaan.

* Di Arab Saudi

Di Arab Saudi, tepatnya di Riyadh, umat Islam mendekorasi rumah saat
Idul Fitri tiba. Sejumlah perayaan digelar seperti pagelaran teater,
pembacaan puisi, parade, pertunjukan musik, dan sebagainya. Soal menu
Lebaran, umat Islam di sana menyantap daging domba yang dicampur nasi
dan sayuran tradisional. Hal ini juga terjadi di Sudan, Suriah, dan
beberapa negara Timur Tengah lainnya.

* Di Cina















Di Cina, tepatnya di Xinjiang, perayaan Lebaran justru tampak meriah.
Kaum pria mengenakan jas khas dan kopiah putih, sementara wanita
memakai baju hangat dan kerudung setengah tutup. Seusai salat Idul
Fitri, pesta makan dan bersilaturahim pun dilakukan.

* Di Iran

Lebaran di Iran justru kurang semarak. Hal ini karena mayoritas umat
Islam di sana adalah pengikut ajaran Syiah. Setelah salat Idul Fitri
di masjid atau lapangan, mereka cukup melanjutkannya dengan acara
silaturahmi bersama keluarga dan ditutup dengan acara pemberian
makanan dari keluarga kaya kepada yang kurang mampu.

* Di Erofa




















Di Eropa, perayaan Idul Fitri tidak dilakukan dengan begitu semarak.
Di Inggris misalnya, Idul Fitri tidak diperingati sebagai hari libur
nasional. Kaum muslimin di Inggris harus mencari informasi tentang
hari Idul Fitri. Biasanya, informasi ini didapat dari Islamic Centre
terdekat atau dari milis Islam. Idul Fitri dirayakan secara sederhana
di Inggris. Khotbah disampaikan oleh Imam masjid setempat, dilanjutkan
dengan bersalam-salaman.

Biasanya di satu area dimana terdapat banyak kaum Muslimin di sana,
kantor-kantor dan beberapa sekolah di area tersebut akan memberikan
satu hari libur untuk kaum muslimin. Untuk menentukan hari Idul Fitri
sendiri, para ulama dan para ahli agama Islam sering mengadakan rukyat
hisab untuk menentukan hari raya Idul Fitri.

* Di Turki




















Di Turki, Idul Fitri dikenal dengan sebutan Bayram (dari bahasa Turki).
Biasanya setiap orang akan saling mengucapkan "Bayraminiz Kutlu Olsun",
"Mutlu Bayramlar", atau "Bayraminiz Mübarek Olsun". Pada Idul Fitri,
masyarakat biasanya menggunakan pakaian terbaik mereka (dikenal sebagai
Bayramlik) dan saling kunjung mengunjungi ketempat orang-orang yang mereka
kasihi seperti keluarga, tetangga, dan teman-teman mereka serta menziarahi
kuburan keluarganya yang telah tiada.

Pada masa itu, orang yang lebih muda akan mencium tangan kanan mereka
yang lebih tua dan menempatkannya di dahi mereka selagi mengucapkan
salam Bayram. Para anak-anak kecil juga biasa mendatangi rumah-rumah
disekitar lingkungannya untuk mengucapkan salam, dimana mereka biasanya
diberikan permen, cokelat, permen tradisional seperti Baklava dan Lokum,
atau sejumlah kecil uang.

* Di Amerika Utara

Umat Muslim di Amerika Utara pada umumnya merayakan Idul Fitri dengan
cara yang tenang dan khidmat. Karena penetapan hari raya bergantung
pada peninjauan bulan, seringkali banyak masyarakat tidak sadar bahwa
hari berikutnya sudah Idul Fitri.

Masyarakat menggunakan metode yang berbeda untuk menentukan penghujung
Ramadan dan permulaan Syawal. Orang Amerika Utara yang berada di wilayah
timur bisa jadi merayakan Idul Fitri pada hari yang berbeda dibanding
mereka yang di wilayah barat. Pada umumnya, penghujung Ramadan diumumkan
via e-mail, website, atau melalui sambungan telepon.

Umumnya, keluarga Muslim di Barat akan bangun sangat pagi sekali untuk
menyiapkan makanan kecil. Setiap orang didorong untuk berpakaian formal
dan baru. Banyak keluarga-keluarga yang memakai pakaian tradisional dari
negara mereka, karena kebanyakan Muslim di sana ialah imigran. Selanjutnya
mereka akan pergi ke majlis yang paling dekat untuk salat.

Salat itu bisa diadakan di masjid lokal, ruang pertemuan hotel, gelanggang,
ataupun stadion lokal. Salat Idul Fitri sangat penting, dan umat Muslim
didorong untuk salat Id memohon ampunan dan pahala. Setelah salat, ada
kutbah dimana imam memberikan nasihat bagi jamaahnya dan biasanya
didorong untuk mengakhiri setiap kebencian ataupun kesalahan lampau yang
mungkin mereka punya. Setelah salat dan kutbah, para jamaah saling memeluk
dan satu sama lain saling mengucapkan selamat Idul Fitri.

Muslim di Amerika Utara juga merayakan Idul Fitri dengan cara saling memberi
dan menerima hadiah kepada keluarga.
























Empire State Building di New York City, Amerika Serikat, memancarkan lampu-lampu
berwarna hijau sebagai penghormatan terhadap hari raya Idul Fitri pada tanggal
12-14 Oktober 2007.
_______________________________________________

Lagu "Hari Rayo" Anni M. Srg - Kurnia Musik
_______________________________________________




__________

Penutup
__________

Demikian info yang dapat disajikan dalam menyambut "Hari Rayo 1435 H" lewat
Galeri MSAD ini para saudara/i sekalian. Semoga dapat memperluas wawasan kita
semua dan lebih dapat nian memaknai "5 Makna Hari Rayo" itu sendiri sebagai hari rayo
yang penuh hikmah :

1. Hikmah dalam Kegembiraan dan Kesyukuran
2. Hikmah sebagai memberi peningkatan Ketauhidan, Keimanan dan Ketaqwaan
3. Hikmah kembali pada Kefitrahan
4. Hikmah dalam peningkatan Kepedulian
5. Hikmah dalam penjalinan Kebersamaan dan Persatuan

Para kaum muslimin dan muslimat dimanapun berada...!

Galeri MSAD Sipirok Mashali mengucapkan :

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar
la ilaha illa Allah
Allahu akbar, Allahu akbar
wa li-illahi al-hamd

Taqabbalallahu minna wa minkum

Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1435 H"
Semoga Aal Ibadah Kita di bulan Ramdhan 1435 H ini
diterima Allah Swt. Amin ya Robbal Alamin.

"Mohon maaf lahir dan Bathin."




















______________________________________________________________
Cat : Sumber Macam Situs Islam

2 comments:

  1. artikel agan sangat mudah dipahami makasih atas apreasi dalam menulis postingan yang baik dan benar semoga jadi amal ibadah buat agan :D

    yo dari Tutorial Blogger | SEO

    ReplyDelete
  2. Trims Alfi....! Dan semoga kita semua tetap dalam lindungan Allah Swt. Amin.

    ReplyDelete